Dark/Light Mode

Kolaborasi Akses Pembiayaan Ke UMKM

Holding BUMN UMi Lawan Fintech Bodong Dan Rentenir

Selasa, 16 Maret 2021 05:50 WIB
Komisaris BRI dan Guru Besar FEB UI, Rofikoh Rokhim memaparkan pentingnya kolaborasi antarlembaga keuangan untuk pengembangan UMKM Indonesia. (Foto: BRI).
Komisaris BRI dan Guru Besar FEB UI, Rofikoh Rokhim memaparkan pentingnya kolaborasi antarlembaga keuangan untuk pengembangan UMKM Indonesia. (Foto: BRI).

RM.id  Rakyat Merdeka - Kolaborasi berbagai lembaga keuangan sangat dibutuhkan untuk memperluas akses pembiayaan pelaku usaha Ultra Mikro (UMi). Apalagi, kini pembiayaan untuk UMi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tidak cukup dilakukan oleh lembaga perbankan.

Hal itu dikatakan Komisaris BRI Rofikoh Rokhim. Dia ya­kin, dengan kolaborasi, makin banyak UMi dan UMKM yang merasakan manfaat pembiayaan dari lembaga keuangan yang resmi.

Menurutnya, pemberian kredit itu otomatis berdampak pada peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Informasi saja, pada 2019, tingkat inklusi keuangan masyarakat Indonesia berada di angka 76,19 persen.

Baca juga : Mulai Februari, Akseleran Salurkan Pembiayaan UMKM dari Bank Jago Rp50 Miliar

Rofikoh mengatakan, angka ini menunjukkan bahwa belum semua penduduk Indonesia da­pat menikmati akses pada jasa keuangan.

“Padahal, salah satu penentu keberlangsungan suatu usaha adalah kemampuannya mem­peroleh akses permodalan yang terjangkau,” ucap Rofikoh dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar di FEB Universitas Indonesia (UI) yang diterima Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2020, UMKM mendapatkan pembiayaan dari perbankan sebesar Rp 1.091 triliun pada Desember 2020. Masih sekitar 25 persen dari total kredit mampu yang disalurkan oleh perbankan.

Baca juga : Holding BUMN Buka Akses Pembiayaan Mikro Lebih Cepat

Menurut Rofikoh, ada empat penyebab sulitnya UMKM mendapat akses pembiayaan formal. Pertama, adanya infor­mation opacity (kekurangan informasi). Karena UMKM biasanya tidak masuk audit lem­baga perbankan, minim meng­gunakan teknologi dan asetnya tidak dijamin.

Kedua, ada information asym­metry yang berujung pada ter­jadinya credit rationing dari bank.

“Rasionalisasi kredit menyebabkan banyak pelaku UMKM yang dibebankan biaya kredit yang tinggi oleh bank. Ini untuk mengantisipasi potensi default dari debitor,” imbuhnya.

Baca juga : Holding BUMN UMi Cegah Aksi Rentenir

Penyebab ketiga, imbuh Rofikoh, adanya kondisi granu­larity atau karakter pembiayaan UMKM yang selama ini banyak tapi tersebar dan nilainya kecil-kecil.

“Ini berujung pada penyebab keempat, yaitu meningkatnya monitoring cost perbankan. Karena itu, untuk mengawasi pembiayaan granular, sehingga mengurangi efisiensi lembaga keuangan,” beber dia.

Nah, keempat masalah terse­but menuntut transformasi antar lembaga keuangan untuk meningkatkan pembiayaan pada sektor UMi dan UMKM.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.