Dark/Light Mode

2024, Diramal Utang Rp 10 Ribu Triliun

Amit-amit, Semoga Ramalannya Meleset

Kamis, 25 Maret 2021 07:26 WIB
Ilustrasi kenaikan utang pemerintah (Foto: Istimewa)
Ilustrasi kenaikan utang pemerintah (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Bagaimana tanggapan DPR? Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR, Marwan Cik Asan bilang, secara umum, posisi utang pemerintah masih aman. Jumlahnya belum melebihi batas Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yang ditetapkan sebesar 60 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Namun, jika digabungkan dengan utang BUMN, rasionya telah melampaui ketentuan UU.

Karena itu, kata dia, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah. Pertama, defisit keseimbangan primer terus meningkat. Ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah tidak mempunyai dana yang cukup untuk membayar bunga utang sehingga pembayarannya dilakukan melalui penarikan utang baru. Padahal, harusnya utang digunakan sebagai menopang pertumbuhan ekonomi. Jika terus terjadi, keberlanjutan fiskal pemerintah akan terhambat, yang berujung pada kegagalan fiskal.

Kedua, porsi beban bunga utang dalam APBN semakin besar. Dalam APBN 2020, beban bunga utang telah mencapai Rp 338,78 triliun atau bertambah Rp 156 triliun dalam 5 tahun terakhir. Beban bunga utang dalam belanja telah melebihi belanja modal dan belanja barang yang dialokasikan untuk kegiatan produktif. 

Baca juga : Edan, Gede Banget

Ketiga, biaya utang semakin mahal. Dari sisi imbal hasil, biaya utang Indonesia tergolong mahal. Untuk utang jangka waktu 10 tahun, mencapai 6,72 persen. Jauh lebih tinggi dibandingkan imbal hasil Jepang yang hanya 0,03 persen, China 2,99 persen, Thailand 1,29 persen, dan Malaysia 2,5 persen. 

Terakhir, porsi kepemilikan asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) semakin besar. Sepanjang 2020, rata-rata kepemilikan asing dalam SBN telah mencapai 30 persen. Ini menjadi ancaman stabilitas nilai tukar rupiah jika sewaktu-waktu terjadi pembalikan arus modal.

Dari berbagai risiko itu, ia berharap pemerintah lebih selektif dalam melakukan penarikan utang. Utang yang diterima diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Penarikan utang dalam jumlah sangat besar saat ini akan menjadi beban pemerintah di masa depan. "Ini berpotensi memengaruhi kemampuan membayar kembali utang pemerintah pada masa mendatang," ucapnya. 

Baca juga : Ji, Bagi-bagi Lah Ke Sini

Jubir Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mencoba menenangkan. Dia memastikan, kenaikan utang yang terjadi sesuai proyeksi. 

“Utang naik sesuai proyeksi. Pembiayaan APBN memang dibutuhkan untuk menangani pandemi, di saat penerimaan tertekan dan belanja naik. Termasuk untuk bansos, insentif, dan vaksinasi untuk seluruh rakyat Indonesia,” tulisnya di akun Twitter @prastow, saat menjawab komentar mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu di akun @msaid_didu, kemarin.

Dia juga memastikan, jumlah utang pemerintah saat ini masih wajar, aman, dan terkendali. "Silakan cek pernyataan Gubernur BI dan Menteri Keuangan terkait ini. Sama kok, hasil asesmennya demikian, dan kita tetap menjaga kehati-hatian," tulisnya saat membalas komentar akun @bachrum_achmadi. 

Baca juga : Edhy Prabowo Simpan Uang Tunai Rp 10 Miliar Di Rumahnya

Akun @hrizal_shm berharap, pemerintah segera mengevaluasi kebijakan utang yang selama ini berjalan. Dia tak mau ramalan Didik J Rachbini sampai kejadian. "Hancurlah negeri ini kalau benar terjadi seperti itu... Siapa yang suruh bayar?" ucapnya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.