Dark/Light Mode

Industri Hilir Sawit Makin Kuat, GIMNI Minta Pungutan Ekspor Dipertahanin

Senin, 24 Mei 2021 10:15 WIB
Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo. (Foto: ist)
Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo. (Foto: ist)

 Sebelumnya 
Menurut Sahat, jika ada yang bilang pungutan ekspor hanya memberikan keuntungan bagi negara penghasil sawit lainnya, itu hanya kampanye perusahaan kebun sawit asing yang ada di Indonesia. “Faktanya dengan kenaikan tarif pungutan ikut mendongkrak harga TBS petani, dan sebaliknya di tahun 2019 tidak ada pungutan sama-sekali harga TBS petani mangkrak di level Rp 700-850 per kg,” jelasnya.

Menurutnya, kebijakan tarif pungutan sudah tepat di tengah kondisi sekarang. Komposisi ekspor yang dominan hilir, dikatakan Sahat, menunjukkan tarif pungutan sangat efektif. Dampak positifnya mendongkrak harga TBS petani.

Baca juga : Industri Otomotif Bangkit, IPCC Kecipratan Manisnya

“Petani sedang menikmati tingginya harga TBS. Konsistensi pemerintah sangat dibutuhkan pelaku industri sawit dalam negeri. Kami mendapatkan insentif untuk mengekspor produk hilir sawit bernilai tambah tinggi dan sekaligus mulai  mampu bangkit untuk merebut pasar IHKS di pasar global ,” ujarnya.

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat ME Manurung mengakui, petani sangat menikmati tingginya harga TBS sawit di 22 provinsi yang menjadi sentra sawit. Harga TBS membuat petani dapat belanja dan memenuhi kebutuhan mereka. Otomatis, pengeluaran para petani sawit inilah yang menggerakkan perekonomian daerah.

Baca juga : Belgia Sentimen Ke Sawit, Herman Khaeron Minta Pemerintah Balas

“Riau, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat menjadi contoh bagusnya nilai tukar petani. Alhasil, perekonomian daerah ikut bergerak,” kata Gulat.

Gulat sepakat tarif pungutan ekspor (PE) sawit sekarang ini tidak perlu diubah. Jangan tergoda dengan pendapat bahwa pungutan merugikan petani. Atau ada pendapat pungutan menurunkan eksport CPO. Dengan adanya pungutan, pengusaha CPO sudah berpikir untuk hilirisasi dalam negeri karena tarif pungutan untuk ekspor produk hilir dari CPO jauh lebih rendah.

Baca juga : Kasus Corona Sumatera Meningkat, Arus Balik di Pelabuhan Bakaheuni Diperketat

Artinya, industri hilir di dalam negeri dapat tumbuh sehingga penyerapan tenaga kerja meningkat. Kenaikan harga CPO dunia berdampak positif terhadap harga TBS.  

Ia mengakui, serapan sawit di dalam negeri menjadi kunci stabilnya harga TBS. Instrumen penyerapan sawit ini adalah kebijakan mandatori biodiesel. "Dengan adanya pemakaian sawit di dalam negeri, pabrik sawit beroperasi 24 jam. Tidak ada lagi alasan tanki penyimpan penuh. Karena serapan sawit sangat tinggi,” pungkas Gulat. [DIT].

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.