Dark/Light Mode

RUU KUHP Disebut Ringankan Hukuman Koruptor, Yasonna: Justru Lebih Berat

Jumat, 20 September 2019 22:01 WIB
Menkumham Yasonna H. Laoly. (Foto: Rizky Syahputra/Rakyat Merdeka)
Menkumham Yasonna H. Laoly. (Foto: Rizky Syahputra/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly membantah ancaman pidana terhadap pelaku korupsi yang diatur RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana lebih ringan dibanding UU 20/2001 tentang Tipikor yang saat ini berlaku. 

Misalnya, kata dia, dalam Pasal 603 RUU KUHP menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.

Baca juga : KPK Buka Peluang Terapkan Pidana Korporasi Buat Lippo Cikarang

Yasonna mengatakan, Pasal 603 RUU KUHP ini dimaksudkan untuk membedakan dan memperberat hukuman terhadap pejabat negara yang terlibat korupsi dibanding orang yang bukan pejabat negara. Hal ini lantaran ancaman minimum pidana terhadap pejabat negara yang terlibat korupsi dalam UU Tipikor hanya satu tahun pidana penjara.

"Jadi kalau dilakukan oleh pejabat negara hukuman minimumnya jadi dua tahun. Kalau di Undang-Undang Tipikor yang lama kalau dia pejabat negara ancaman hukumannya minimum satu tahun," ungkap Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat (20/9). 

Baca juga : Dibebaskan Korut, Mahasiswa Australia Ngaku Sangat Baik

Menurut Yasonna, RUU KUHP berupaya melindungi orang-orang yang bukan pejabat negara atau yang tidak terlalu berperan dalam tindak pidana korupsi. Sementara bagi pejabat korup, hukumannya diperberat dengan ancaman minimal dua tahun penjara. 

"Bukan menurunkan. Tidak. Mengoreksi supaya lebih fair. Supaya penyelenggara negara lebih berat ancaman hukumannya ketimbang rakyat biasa. Itu klarifikasinya," tegas dia.

Baca juga : Kurangi Hukuman Koruptor, MA Diledek Tukang Sunat

Ketua Tim Perumus RUU KUHP, Prof Muladi menjelaskan, tindak pidana khusus seperti korupsi, pelanggaran HAM berat, pencucian uang, dan lainnya tetap mengacu pada UU khusus yang saat ini berlaku. Untuk korupsi misalnya, berlaku UU Tipikor. 

"Tindak pidana khusus tentang terorisme, korupsi, pelanggaran HAM berat, TPPU, dan sebagainya itu tetap diatur berkoordinasi. Intinya mereka tetap berusaha harus tunduk pada undang-undang yang eksisting yang ada. Ada kewenangan KPK, BNN dan sebagainya kecuali kalau memang ada perubahan dari undang-undang," terang Muladi. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.