Dark/Light Mode

Sri Mulyani: Bicara Utang, Rakyat Marah

Kamis, 15 November 2018 08:55 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, terus berupaya memberikan pemahaman soal utang kepada publik. (Foto: FB @smindrawati)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, terus berupaya memberikan pemahaman soal utang kepada publik. (Foto: FB @smindrawati)

RM.id  Rakyat Merdeka - Isu utang pemerintah terus ber­gulir seperti bola panas. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku belum optimal mem­berikan pemahaman soal utang ke pu­blik. Rakyat masih marah k­a­lau bicara soal utang, sebut menteri yang akrab disapa Ani.

Sepanjang tahun ini, isu utang pe­merintah selalu jadi soro­tan. Ka­dang naik, kadang turun. Presiden Jo­kowi dan Ani terus disudutkan karena dianggap tak kredibel mengelola ang­­ga­ran, yang berimbas pada menggunungnya utang. Berkali-kali, Ani mem­berikan penjelasan dan klarifikasi. Baik secara langsung, atau lewat media sosial. Namun, isu ini tak pernah benar-benar hilang. Selalu saja muncul di tikungan.

Untuk diketahui, total utang pemerintah per Sep­tember 2018 mencapai Rp 4.416,37 triliun, atau naik Rp 53,18 triliun dari bulan sebelumnya. Rincian­­nya: pinjaman Rp 823,11 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp 3.593,26 triliun.  

Ani memahami betul dam­pak negatif isu utang yang makin hari makin liar. Karena itu, di dua tempat berbeda kemarin, Ani menjelaskan persoalan ini. Pertama, Ani menginstruksikan jajarannya agar memberikan penjelasan soal utang kepada masyarakat. Kedua, ia menegaskan utang pemerintah masih dalam batas aman. Acara pertama yang dihadiri Ani adalah pembukaan Simposium Nasional Keuangan Negara di Pusdiklat Pajak, di Jakarta. Di sini, Ani menginstruksikan bawahannya untuk memberikan pemahaman soal utang kepada masyarakat.

Baca juga : Pesan Fakhri: Bima Jangan Dibayangi Milla

Kenapa harus disampaikan? Karena dari isu yang beredar di media sosial, masih banyak warga yang tidak mengetahui kenapa sebuah negara harus berutang. Apalagi, Ani bercerita, masya­rakat saat ini cenderung marah bila mendengar isu soal utang. Pasalnya, pengkritik terhadap utang kerap meng­kaitkan dengan sumber daya alam yang melimpah. Kalau sumber daya alam melimpah kenapa mesti utang. “Itu (sebenarnya) bisa dianggap curhat yang emosional,” kata Ani.

Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, masyarakat perlu diberikan penjelasan utuh mengenai pengelolaan keuangan negara. Karena, hal itu tak hanya menyangkut soal utang saja, tetapi juga penerimaan, belanja, jumlah defisit, dan lain-lain. Masyarakat perlu diberikan informasi bagaimana pengumpulan pajak dari sektor ke sek­tor. Dia menuturkan, pihaknya akan berusaha memperbaiki pesan yang akan disampaikan, agar mudah di­pa­hami masyarakat.  

“Hadapi dan jelaskan. Wajah Kementerian Keuangan bukan hanya Menteri Keuangan, tapi Anda semua. Sehingga publik bisa memahami dan membaca. Jadi, mengelola keuangan negara bukan hanya dikelola, bikin laporan WTP, aman. Itu hanya sebagian kecil dari tugas kita,” tutur Ani.

Di kampus UI Depok, Jawa Barat, Ani meyakin­kan kepada hadirin bahwa rasio utang pemerintah saat ini masih dalam batas aman. Sehingga, tak perlu khawa­t­ir berlebihan. Dia menjelaskan, berda­sarkan undang-undang, rasio utang dibatasi maksimal 60 persen terha­dap produk domestik bruto (PDB). “Sekarang baru mendekati 30 per­sen, me­langgar undang-undang nggak?,” kata Ani kepada mahasiswa di Audito­ri­um FEB UI, Depok.

Baca juga : Prabowo Banyak Bicara, Banyak Ruginya

Ia kemudian membandingkan dengan rasio utang negara lain. Kata dia, utang Indonesia masih lebih baik dari Fi­li­­pi­na, yang rasio utangnya saat ini men­ca­pai 33 persen. Jauh lebih baik dari Argen­tina, yang mencapai 52 pers­en, Brasil tembus 72 persen. Sedangkan Jepang, rasio utangnya mencapai 250 persen. Ani mengungkapkan, pemerintah terus berupaya mengelola keuangan dengan baik. Antara lain, berupaya menarik utang dari dalam negeri. Yak­ni menawarkan surat berharga ne­gara (SBN) ritel dan sukuk ritel. Na­mun sayang, peminatnya tidak ter­lalu banyak.

“Berapa jumlah investor yang beli SBN ritel di Indonesia? Jumlahnya tidak lebih dari satu juta orang. Ya itu-itu saja. Mereka yang bayar pajak, mereka yang utangi negara mereka. Saya harap, kalian sebagai generasi muda bisa menjadi investor sekaligus pembayar pajak,” harapnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengkritk penjelasan utang pemerin­tah yang hanya fokus ke rasio terha­dap PDB. Kata dia, tak tepat memban­ding­kan rasio utang terhadap PDB. Yang harus dilihat adalah bagaimana kemampuan pemerintah untuk mem­bayar utang. “Karena rasio utang belum tentu mengindikasikan peningkatan kemampuan pembayaran utang. Kalau mau jujur dan jitu, untuk mengukur kemampuan bayar utang pemerintah adalah dengan membandingkan pene­rimaan pajak, bukan PDB,” kata Bhi­ma.

Selain itu, lanjut Bhima, dalam me­narik utang juga perlu diperhatikan kon­disi ekonomi global. Karena, saat ini beban utang jatuh tempo yang di­hadapi pihak swasta berpotensi men­jadi lebih besar lantaran adanya seli­sih kurs. Senada disampaikan Ekonom Indef lainnya,  Acmad Heri Firdaus. Ia mengatakan, pemerintah memang harus mengerem laju utang. Pasalnya, alokasi penggunaan utang tersebut banyak digunakan untuk kegiatan tidak produktif, sehingga tidak menghasilkan pendapatan yang bisa digunakan untuk membayar kem­bali pinjaman itu.  

Baca juga : Sandi: Yang Penting Rakyat Bersama Kita

Indef mencatat, penggunaan utang tidak sepenuhnya untuk beragam ke­gia­­tan yang sifatnya membangun, misalnya saja infrastruktur. Hal itu bisa dilihat dari ang­garan infrastruktur yang naik Rp 400 triliun. Namun, kenaikan utangnya lebih dari jumlah itu. “Artinya, utang digunakan untuk belanja-belanja lain. Belanja barang, be­lanja pegawai, dan belanja birokra­si,” kata Achmad. Menurut dia, berutang sebenarnya sah-sah saja, asalkan digunakan un­tuk kegiatan produktif. “Sehingga, nan­ti ada hasilnya. Hasilnya, untuk ba­yar utang lagi. Kalau utang untuk ba­yar birokrasi, nanti bayar utangnya gi­ma­na?” ungkapnya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.