Dark/Light Mode

Catatan Dr. Devie Rahmawati

Potret Masyarakat “Gado-Gado” Rusia

Selasa, 2 April 2024 14:51 WIB
Dr. Devie Rahmawati (Foto: Istimewa)
Dr. Devie Rahmawati (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Teori klasik tentang masyarakat “gado-gado” (Salad Bowl Society), sepertinya mampu menjadi benang merah yang mendekatkan Indonesia dan Rusia dari perspektif budaya. Indonesia mengenal slogan suci, Bhineka Tunggal Ika, yang menjelaskan bahwa kita sebagai masyarakat yang beragam, kemudian berkomitmen untuk hidup bersama-sama dalam satu kesatuan, Negara Republik Indonesia, dengan tetap menjaga dan memelihara kearifan identitas masing-masing. Konsep “gado-gado” ini, tentu berbeda dengan gagasan Melting Pot Theory, yang kali pertama muncul tahun 1782, untuk menggambarkan karakter homogen masyarakat di Amerika Serikat, yang semuanya melebur menjadi sebuah identitas baru.

Masyarakat Rusia, layaknya Indonesia, ditengarai hidup dalam nuansa “Bhinneka Tunggal Ika”. Rusia adalah sebuah negara besar yang wilayahnya membentang dari Eropa hingga Asia. Rusia juga merupakan negara yang kaya akan keragaman, namun, kemudian tetap bersatu dalam satu identitas bangsa. Menurut Chamberlin, seorang sejarawan dan jurnalis A.S, yang menyoroti keunikan bangsa Rusia, menilik bahwa sejarah bangsa Rusia terkait erat dengan fakta (secara politik, budaya, dan geografis), bahwa Rusia berada di tengah antara belahan bumi Timur dan Barat, yang menjadikan kebudayaan Rusia sebagai persilangan yang menarik dari pengaruh Barat dan Timur.

Dalam hal geografis, serupa dengan Indonesia yang terletak di persimpangan, Rusia juga memiliki lokasi strategis di antara Eropa dan Asia. Posisi ini, membuat, baik Indonesia dan Rusia menjadi tempat bertemunya pengaruh berbagai kebudayaan. Rusia dan Indonesia juga berhasil menyatukan unsur-unsur perbedaan suku, budaya dan bahasa, menjadi suatu sintesis budaya tersendiri yang khas dan unik.

Sejarah Akulturasi Rusia

Baca juga : Ini Cara Kreatif KKP Gandeng Masyarakat Kurangi Sampah Di Laut

Pada awalnya, Rusia dipengaruhi oleh budaya Timur, terutama melalui kontak dengan Bizantium dan Asia Tengah. Setelah menerima Kekristenan dari Bizantium pada abad ke-10, seni dan arsitektur Rusia banyak menerapkan gaya Bizantium. Selain itu, terdapat pengaruh dari suku-suku di Asia seperti Mongol, yang memerintah Rusia selama berabad-abad. Namun, sejak abad ke-18, pengaruh Barat mulai masuk ke Rusia secara besar-besaran di bawah kepemimpinan Tsar Peter Agung. Sang Kaisar, melakukan pembaharuan besar-besaran dengan mengadopsi budaya dan teknologi Eropa Barat, seperti arsitektur, mode, bahasa, hingga gaya hidup bangsawan Rusia saat itu, yang banyak dipengaruhi oleh Perancis dan Jerman. Bahkan pada masa itu, simbol ke-elitan dari masyarakat kalangan atas, ialah menguasai dan bercakap-cakap dalam Bahasa Perancis.

Beberapa pengaruh budaya Timur sudah tercatat dan masih nyata di masyarakat Rusia saat ini. Konsep "Tsar" (Raja) Rusia, dipengaruhi oleh tradisi kekaisaran Bizantium dan Mongol. Bahasa Rusia juga meminjam banyak kosa kata dari Bahasa Turki dan Persia. Kata seperti едукарь [jedukar’] yang berarti orang pintar dipinjam dari bahasa Persia atau Iran ǰādūgar. Makanan seperti shashlyk (sate) dan pirog (pie), menunjukkan pengaruh dari Asia Tengah dan Timur Tengah di Rusia.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Rusia juga mengadopsi tradisi dan kebiasaan dari kedua belahan dunia tersebut. Mereka menikmati teh seperti bangsa Asia, namun, juga menyukai anggur dari Eropa. Mereka merayakan Paskah Ortodoks, sekaligus memasukkan aspek-aspek perayaan Paskah Barat. Bahkan, dalam bidang seni seperti sastra dan musik, karya-karya Rusia menunjukkan pengaruh yang kuat baik dari pemikir-pemikir Barat maupun filosofi Timur.

Baca juga : Rehabilitasi Hutan Mangrove, Luhut Tekankan Peran Masyarakat Pesisir

Revolusi Bolshevik 1917 sempat membuat Rusia menutup diri dari Barat. Namun, setelah Perang Dunia II, Uni Soviet kembali terbuka pada pengaruh Barat terutama dalam bidang sains, teknologi, dan budaya populer. Sebaliknya, nilai-nilai komunis Marxis pun juga menyebar ke Eropa Timur. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Rusia semakin terbuka pada pengaruh globalisasi Barat seperti kapitalisme, demokrasi liberal, dan gaya hidup modern. Namun di sisi lain, identitas dan tradisi Rusia seperti Orthodox, nasionalisme, dan pengaruh Asia tetap bertahan kuat. Sayangnya, citra Rusia di mata Barat seringkali dipahami secara keliru, yang merupakan dampak pemberitaan di media massa dan media sosial.

Budaya Rusia yang Dipandang ‘Berbeda’

Sampai saat ini, suasana dan situasi di Rusia, tidaklah seperti gambaran yang sering ditampilkan dalam budaya populer yang beredar luas di dunia seperti di film misalnya. Paling tidak, kesan itu yang Saya peroleh, ketika saya berkesempatan menjejakkan kaki di empat kota di Rusia pada Maret 2024 lalu. Jika kita melihat lebih dekat, budaya Rusia mencerminkan akulturasi yang indah dari nilai-nilai Eropa dan Asia. Dari segi arsitektur misalnya, bangunan-bangunan bersejarah di Rusia menampilkan gaya campuran antara desain Renaisans Barat dengan unsur-unsur khas Timur seperti lengkungan dan ornamen yang rumit. Setidaknya ada beberapa faktor penting mengapa stigma ini sering terjadi, yaitu:

  • Residu Perang Dingin. Persepsi negatif terhadap negara Rusia seringkali masih dipengaruhi oleh peninggalan Perang Dingin sejak 1947, di mana Uni Soviet, dianggap sebagai ancaman utama bagi negara-negara Barat. Meskipun Perang Dingin sudah berakhir, stereotip tersebut masih tertinggal dan dieksploitasi.
  • Perbedaan Ideologi. Rusia sering dipandang sebagai negara otoriter yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi liberal yang dianut Barat. Perbedaan ideologi ini kerap kali memicu ketegangan dan persepsi negatif.
  • Kondisi Geopolitik. Beberapa situasi geopolitik seperti ketegangan dengan NATO, membuat Rusia seringkali digambarkan sebagai ancaman bagi stabilitas kawasan oleh media Barat.

Padahal Rusia, seperti dijelaskan di atas, adalah negara dengan keragaman yang dipersatukan. Keunikan inilah yang sebaiknya dapat mulai dilihat dari Rusia, bukan hanya perspektif satu arah yang sering digambarkan media. Rusia merupakan suatu entitas budaya yang menggabungkan keindahan dan kedalaman dari peradaban Barat dan Timur. Dengan mencoba memahami secara terbuka dan jernih, kita akan mampu menghargai betapa kayanya warisan budaya bangsa Rusia.

Kekuatan Masyarakat “Gado-Gado”

Baca juga : UI Buka Pendaftaran Calon Majelis Wali Amanat Unsur Masyarakat, Ini Syaratnya

Melalui perjalanan panjangnya sejarah, bangsa Indonesia dan Rusia, sejatinya telah berhasil menyatukan keragaman dalam tujuan, identitas, dan sistem kenegaraan yang menghargai akulturasi budaya. Keragaman telah menjadi kekayaan Indonesia dan Rusia, yang bersatu dalam semangat kebangsaan di tengah gempuran berbagai budaya. Dari tulisan tentang keunikan budaya Rusia ini, terdapat beberapa hal yang dapat kita petik:

  1. Menjunjung tinggi keberagaman sebagai kekayaan budaya Rusia yang menjadi salah satu contoh sempurna, perpaduan budaya Barat dan Timur, memberi pesan bahwa perbedaan merupakan suatu kekayaan yang berharga, bukan justru menghadirkan perpecahan. Perbedaan budaya harus dihargai dan disatukan sebagai identitas bangsa yang majemuk.
  2. Membuka diri terhadap pengaruh budaya luar Rusia berhasil mengadopsi dan mengintegrasikan nilai-nilai dari Barat dan Timur dalam kebudayaannya. Rusia, sama halnya dengan Indonesia, membuktikan, bahwa keterbukaan terhadap pengaruh positif dari budaya luar, tidak lantas menghilangkan akar budaya sendiri.
  3. Menghindari prasangka dan stereotip sempit Seperti Rusia yang kerap dilabel serta disematkan stereotip negatif oleh media, Indonesia juga seringkali mendapat stigma yang sempit dari pihak luar. Oleh karenanya, kita harus menghindari pikir dan perilaku serupa, dengan tidak memandang kultur lain dalam bingkai prasangka negatif dan subjektif.
  4. Mendorong pemahaman lintas budaya Dalam upaya meningkatkan apresiasi terhadap keragaman, perlu ada upaya untuk memperkenalkan dan mendorong pemahaman lintas budaya, baik budaya domestik maupun internasional, melalui people to people contact. Hal ini dapat dicapai melalui pendidikan, pertukaran budaya, serta promosi budaya di tingkat nasional dan global.
  5. Menjadikan keberagaman sebagai modal untuk bersatu Pada akhirnya, keberagaman sudah semestinya menjadi modal untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, sebagaimana spirit Bhinneka Tunggal Ika milik Indonesia.

Dr. Devie Rahmawati
Peneliti Sosial dan Komunikasi Vokasi Universitas Indonesia

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.