Dark/Light Mode

Dekadensi Moral: Tantangan Serius BPIP

Sabtu, 11 Desember 2021 07:25 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Kediri pada akhir September yang lalu dihebohkan oleh kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswinya. Korban yang merupakan mahasiswi semester akhir tersebut diduga dicabuli oleh dosennya. Dalam laporannya, korban mengaku telah diperlakukan tidak senonoh oleh terduga pelaku.

Peristiwa itu terjadi di rumah pelaku, saat korban mengikuti bimbingan skripsi. Pihak Rektorat IAIN Kediri membenarkan peristiwa itu. Rektorat menerima laporan dari sejumlah mahasiswi dan dosen pengajar dan memintai keterangan.

Menerima laporan tersebut, pihak Rektorat memanggil dan memeriksa terlapor yang juga ketua salah satu program studi. Dari pemeriksaan tersebut, terlapor kemudian diberhentikan dari jabatannya sebagai Kaprodi, menunda kenaikan pangkat dan tidak boleh membimbing skripsi.

Baca juga : Ancaman Kenaikan Harga Pupuk

"Yang bersangkutan sudah dipanggil, pihak-pihak terkait sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Pihak Rektorat akhirnya memberikan keputusan kepada yang bersangkutan. Sanksinya, yang bersangkutan sudah dicopot sebagai pejabat struktural," kata Warek III.

Kasus esex-esex yang lebih menghebohkan di negeri kita adalah kian “maraknya” prostitusi online. Awalnya, pelacuran online “terbatas” pada orang-orang kaya, khususnya kaum milenia. Peningkatan fenomena kebejatan moral ini, tampaknya sejalan dengan fenomena Covid-19. Banyak artis yang kecemplung “kubangan” a-moral ini.

Seorang pelaku pelacuran daring belum lama ini terang-terangan bercerita di sebuah kanal YouTube bahwa makin banyak artis yang jadi pelakunya, termasuk artis-artis terkenal dengan tarif aduhai. Pandemi Covid-19 praktis membuat dunia film nyaris ambruk, padahal artis butuh duit banyak untuk kehidupannya sehari-hari. Jalan pintas paling gampang, ya, jual tubuh saja. Di sisi lain, lelaki hidung belang yang kesepian dan kaya masih banyak. Maka, bertemulah jalur supply and demand tersebut.

Baca juga : Andika Perkasa, Pilihan Tepat Presiden

Prostitusi daring kini sudah masuk ke kota-kota kecil dan tidak lagi jadi dominasi orang kaya. Di hotel-hotel kecil sering disergap oleh polisi. Bahkan sering ditangkap politisi pesta seks plus pesta narkoba melibatkan beberapa orang dalam satu kamar. Sayang, kasus narkoba dan free-sex jarang yang berakhir dengan hukuman penjara. Biasanya, dilepas atau dihukum “rehabilitasi”, sebuah bentuk hukuman yang sebetulnya bukan hukuman......

Fenomena seks bebas dan narkoba di negara kini, jelas, semakin “ganas”. Bagaimana cara untuk mengatasi fenomena merusak moral masyarakat ini, publik, khususnya para akademisi, juga sudah malas bicara sebab aparat pemerintah terkesan tidak serius menggebraknya. Tidak seperti di China, hukuman keras menanti setiap pelaku narkoba dan seks bebas. Dan hukuman mati selalu menanti juga pelaku “korupsi gede”.

Beberapa hari yang lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti curhat tentang masalah korupsi dan utang. Ia minta semua pihak untuk tidak bersikap enteng terhadap fenomena korupsi, sebab korupsi dapat menghambat pembangunan. Bukan hanya menghambat, sesungguhnya tidak ada negara yang bisa maju dan kuat tapi korupsinya gila-gilaan. Korupsi jelas akan menghambat pembangunan nasional, teriak almarhum Singgih, S.H. mantan Jaksa Agung.

Baca juga : Memalukan, Silat Lidah PDIP & Demokrat

Praktek seks guru terhadap muridnya, termasuk murid yang masih cilik hingga hamil, praktek prostitusi daring, dan korupsi...... semua makin “ganas” di negara Pancasila ini. Lalu, apa kabar dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ? Masih adakah lembaga negara ini, atau sudah “setengah mati”? Nyaris tidak pernah kita dengar kegiatannya, baik dalam bentuk wacana maupun tindakan riil.

Padahal Presiden Jokowi membentuk BPIP dengan tugas “Membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara.” Prakteknya bagaimana? Kondisi Pancasila makin lama makin JAUH dari yang ideal! (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.