Dark/Light Mode

Trend Islam di AS (67)

Khitan Di AS: Khitan Kaum Perempuan (2)

Senin, 1 Juli 2019 08:28 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Khitan perempuan (qabdh/female circumcision) merupakan tradisi tua jauh sebelum Islam datang. Khitan perempuan sarat dengan berbagai mitos. Di antaranya dihubungkan dengan drama kosmos yang menyebabkan anak manusia jatuh dari langit syurga kebahagiaan jatuh ke bumi penderitaan.

Gara-gara Hawa (Eva) yang menggoda Adam maka keduanya jatuh ke bumi. Dari sini muncul image negative terhadap perempuan karena dipersepsikan sebagai makhluk penggoda (temptator). Dari sini ide khitan perempuan bermula. Ia harus dikhitan agar alat organ seksualnya tidak sensitive yang mendorongnya untuk menggoda laki-laki.

Penerapan khitan perempuan berbeda-beda antara satu Negara dengan Negara lain. Yang paling memprihatinkan ialah di sejumlah Afrika, seperti Kenya, Sudan, Benia, Camerun, Jibouti, Shad, Ethiopia, Gambia, Ghana, Guenia, Liberia, Malawi, Mali, Mauritania, Mozambik, Nigeria, Niger, Senegal, Sierra Leone, Tanzania, Togo, Uganda, Zaire, Chad, Guine Bissau, Ivory Coast, Mesir dan beberapa Negara Afrika lainnya.

Baca juga : Khitan Di AS: Motif Medis

Khitan perempuan di negeri-negeri tersebut tergolong mengerikan karena membuang labia minora anak perempuan. Tidak sedikit di antara mereka yang meninggal dunia karena inpeksi dan tetanus. Atas dasar pengalaman itulah maka Pada tahun 1960, sebuah konferensi yang disponsori PBB yang bertema Participation of Women in Public Life di Addis Ababa.

Delegasi perempuan Afrika ketika itu mempertanyakan kepada WHO tentang khitan pada perempuan yang dinilainya sebagai pelanggaran martabat kemanusiaan (violation of human dignity). Setelah itu, pihak WHO melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa khitan pada perempuan adalah beberapa tempat di Afrika dinilai sebagai problem serius kesehatan perempuan.

Dalam Islam sendiri terdapat kontroversi mengenai khitan pada perempuan. Menurut Imam Syafi’, khitan bagi kaum perempuan hanya bersifat himbauan (makrumah), tidak lagi wajib. Dalam pelaksanaannya pun disyaratkan tidak menimbulkan mudharat bagi perempuan. Sedangkan pendapat Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah-nya hanya sebuah kebolehan (mubah), dikhitan atau tidak dikhitan tidak punya dampak dalam agama.

Baca juga : Khitan di AS: Motif Medis

Khitan terhadap kaum perempuan memang bersifat khilafiyah karena tidak ada satu pun hadis yang dianggap shahih menurut para ulama hadis yang mengharuskan khitan perempuan. Berbeda dengan khitan pada laki-laki cukup tegas akan wajibnya. Dalam pandangan kaum perempuan, khususnya para feminis, menganggap khitan pada perempuan sebagai salahsatu bentuk diskriminasi atau penghinaan terhadap kaum perempuan.

Khitan bagi kaum perempuan, menurut mereka, selain akan mengurangi kenikmatan seksual juga sewaktu-waktu menimbulkan trauma psikologis. Hal ini disebabkan karena exstirpatio alat perentan libido sexualis (penumpasan alat yang menimbulkan syahwat). Daerah erogen yang tadinya berada di muka (klitoris) berpindah ke belakang (liang vagina), dan karena itu, kepekaan daya rangsangan perempuan menjadi berkurang. Ini dimaksudkan untuk mendukung kapasitas perempuan sebagai makhluk monogamis.

Sebaliknya khitan pada laki-laki berupa pemotongan kulit kepala zakar akan mengurangi sensitifitas kepala zakar sehingga bisa bertahan lama. Ini mendukung kapasitas laki-laki sebagai makhluk poligamis. Jika demikian motifnya maka sesungguhnya dapat dimengerti jika muncul protes terhadap khitan perempuan karena dianggap bertentangan dengan fitri manusia. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.