Dark/Light Mode

Vonis 1,5 Tahun Eliezer & Penilaian Untuk Kejaksaan

Kamis, 16 Februari 2023 07:06 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Perhatikan pernyataan Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Fadli Zumhana pada hari Ketika Sambo divonis hukuman mati: perbedaan pandangan dalam hu­kuman terhadap terdakwa atau korban adalah hal yang biasa. Di mata terdakwa, pembe­la ke­­­pingin­ hukuman serendah mungkin; sebaliknya di pihak kor­­­ban, me­re­ka berharap pelaku dihukum setinggi mungkin. “Itu hal biasa dalam peradilan”. Se­mua pihak harus menghormati kewenangan Jaksa. Jaksa penuntut umum tidak bisa disalahkan; mereka juga punya da­lil-dalil sendiri.

Tapi, jika Jaksa menuntut Bha­­­rada Eliezer 12 tahun, se­dang­ Majelis Hakim akhirnya hanya menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara, apakah hal ini masih bisa dikatakan “hal biasa” atau “normal”? Ajukan saja pertanyaan­ ini kepada para mahasiswa hukum atau masya­rakat luas!! Semua akan me­ner­tawakan jaksa. Pasti ada “something wrong” dalam misteri se­­perti ini kan?

Baca juga : Mahfud: Ini Peradilan Yang Berkeadaban, Tidak Jadul

Bisakah dikatakan puluhan jaksa yang maju di pengadilan tidak cakap atau tidak professio­nal? Tidak membaca fakta dan bukti-bukti di persidangan seca­ra teliti atau tidak serius? Atau ada factor XYZ lain yang tentu saja tidak bisa diungkap di forum ini? Bukankah 10 hari yang lalu, Pro. Mahfud MD, Men­­ko Polhukam, sudah wanti-wanti “mencium” gerilya pihak tertentu untuk mempengaruhi ja­lannya sidang Sambo? Toh, Mahfud ma­sih percaya Hakim tidak akan dipengaruhi kelompok-ke­lompok gerilya itu.

Yang jelas, segera setelah vo­­nis atas Eliezer dibacakan, sua­­ra publik yang keras sudah ber­koar di mana-mana, terutama di media sosial, televisi, media ce­tak dan lain-lain. Sebagian besar mempertanyakan kapasitas korps kejaksaan, khususnya yang diterjunkan di sidang pembunuhan berencana atas Yoshua Hutabarat.

Baca juga : Amerika Jatuhkan Sanksi Baru Ke Junta Myanmar

Yang aneh bin Ajaib adalah sikap Jaksa mengenai Justice Colaborator (JC) yang terlalu kaku dan tidak diteliti secara saksama. Jaksa hanya berpaku [ada pendirian bahwa Eliezier jelas-jelas ikut membunuh Yo­shua, dan pelaku kejahatan­ ti­dak bisa diberikan status JC.Maka, surat resmi dari LPSK tentang status Eliezer sebagai JC pun­ dikesampingkan. Padahal LPSK bekerja berdasarkan UU 31/2014. Dan ada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang mengatur cukup detil ka­pan JC harus dihormati dan kapan tidak bisa diakui hak-haknya seperti menyangkut ka­sus terorisme. Namun, jika terkait kasus pembunuhan, status JC seseorang harus diakui jika ia terbukti bukan pelaku utama. Jika ia pelaku pembantu, turut-serta dan lain sebagainya, kesaksian JC tentu tidak bisa seenaknya dibuang ke tong sampah.

Maka, sangat menarik investigasi Hakim yang sangat dalam tentang status JC Eliezer dengan kesimpulan Eliezer berhak menikmati status status JC-nya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.