Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (17)

Bolehkah Non-Muslim Menjadi Kepala Negara? (Pendapat Pertama)

Rabu, 7 Juni 2023 06:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Di negara-negara Eropa, Amerika, atau Negara tertentu yang mayoritas penduduknya non-muslim selalu memilih Kepala Negara dari non-muslim.

Meskipub, tidak dibatasi secara ekslusif orang-orang Islam untuk menjadi Kepala Negara di dalam konstitusi mereka.

Sulit membayangkan Amerika Serikat, Kanada, atau negara-negara Eropa dipimpin seorang muslim.

Baca juga : Memperhatikan Hak Sosial-Budaya Non-Muslim

Meskipun di sana pernah ada orang Islam menjabat jabatan setingkat Menteri, sebagaimana halnya di negara-negara muslim, ada sejumlah jabatan setingkat Menteri dipercayakan kepada orang-orang non-Islam, seperti halnya Indonesia.

Implikasinya jika negara muslim dipimpin Kepala Negara non-muslim ialah persoalan Fikih.

Misalnya, jika ada seorang perempuan muslimah mau kawin tetapi tidak memiliki wali nasab, maka harus diganti dengan wali hakim, dalam hal ini Waliyyul Amr atau Kepala Negara yang kemudian diwakilkan kepada pejabatnya di level tertentu.

Baca juga : Akhlak Terhadap Kaum Minoritas

Persyaratan seorang wali harus beragama Islam. Jika Kepala Negaranya non-muslim maka sudah barang tentu menimbulkan persoalan fiqhiyyah, karena seorang non-muslim tidak boleh menjadi wali dan saksi.

Masih banyak lagi problem teknis dan psikologis yang bisa muncul jika non-muslim menjadi Kepala Negara di negara muslim.

Atas dasar itu, para ulama menilai lebih banyak mudharatnya daripada mashlahatnya. Jika demikian adanya maka secara Fikih dianggap sebagai sesuatu yang terlarang.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.