Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (19)

Bolehkah Non-Muslim Menjadi Kepala Negara? (Pendapat Ketiga)

Jumat, 9 Juni 2023 06:12 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Pendapat yang lebih moderat (untuk tidak menyebut liberal), berusaha memberikan pembenaran pendapatnya yang tidak mempersoalkan agama calon Kepala Negara di Negara mayoritas muslim, dengan mengemukakan beberapa dasar.

Antara lain di dalam Al-Qur’an pernah dinyatakan ada sosok Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan non-muslim, yakni penyembah matahari (Q.S.al-Naml/27:24), yaitu seorang perempuan bernama Ratu Balqis, dipuji di dalam Al-Qur’an sebagai: "pemilik pemerintahan superpower" (laha 'arsyun 'adhim/27:23) dan negerinya dilukiskan dengan: “baldatun thayyibah wa Rabbun gafur” atau negoro kang lohjinawi, toto tentrem kerto raharjo (Lihat Q.S. Saba’/24:15).

Kehebatan Ratu Balqis dikisahkan panjang lebar di dalam tiga surah dalam Al-Qur'an (Saba’, al-Naml, dan al-Anbiya’).

Baca juga : Bolehkah Non-Muslim Menjadi Kepala Negara? (Pendapat Kedua)

Mengapa Ratu Balqis mendapatkan pujian sedemikian hebat, padahal para nabi tidak ada yang mendapatkan predikat seperti itu.

Nabi Sulaiman menjadi rival Ratu Balqis tidak mendapatkan predikat itu, padahal, ia mempunyai kemampuan untuk membangun koalisi dengan jin dan burung (27:17), kemampuan melakukan mobilitas dengan cepat, karena ia dapat ‘merekayasa angin’ (Q.S. al-Anbiya’/21:81), kemampuan untuk melakukan eksplorasi di dasar laut (21:82), kemampuan untuk berkomunikasi dengan hewan dan serangga (27:18), termasuk memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan setan (21:82).

Rahasia keberhasilan Ratu Balqis yang ditonjolkan di dalam Al-Qur'an ialah kemampuannya di dalam membangun etika politik di dalam memimpin masyarakat Saba'.

Baca juga : Bolehkah Non-Muslim Menjadi Kepala Negara? (Pendapat Pertama)

Ratu Balqis, sang pemimpin perempuan dan penyembah matahari ini, mempraktikkan prinsip-prinsip demokrasi yang santun, transparansi yang beradab, keadilan yang bertanggung jawab, kejujuran yang sejati, diplomasi yang agung, dan keteladanan yang tinggi.

Sikap ini tentu saja disambut dengan sikap santun oleh para pembesar dan rasa cinta dari masyarakat, sebagaimana dijelaskan di dalam artikel terdahulu.

Namun, ada beberapa kelemahan jika ayat-ayat tersebut dijadikan alasan bolehnya Kepala Negara dari non-muslim memimpin negara muslim.

Baca juga : Memperhatikan Hak Sosial-Budaya Non-Muslim

Pertama, Ratu Balqis terlalu jauh dari sejarah dunia Islam yang sering menjadi wacana kontemporer dalam kitab-kitab Fikih Siyasah.

Kedua, dengan segala kehebatannya, Ratu Balqis bersama rakyatnya pada akhirnya tunduk di bawah otoritas Nabi Sulaiman.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.