Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Sebelumnya
Jadi teranglah bahwa pemimpin, adalah person yang mempunyai pesona memipin pemerintahan menjunjung prinsip keadilan dan kesetaraan. Lantaran ia berpegang pada etika pemerintahan yang mengharuskan memperlakuan adil terhadap semua warga tanpa pandang latar belakang, kepercayaan, ras, atau ekonomi.
Bersamaan pula terakomodasikan etika pemerintahan untuk mendorong keterlibatan aktif dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karenanya hal ini mengharuskan pemimpin yang etis mendengarkan aspirasi masyarakat, menerima kritik, dan membuka jalur dialog yang konstruktif.
Maka kepercayaan publik demikian tinggi, sehingga masyarakat yakin bahwa pemimpin yang begitu bertindak sesuai dengan kepentingan masyarakat –bukan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kepercayaan ini merupakan dasar bagi stabilitas politik dan ekonomi.
Baca juga : Indonesia Siap Hadapi Ketidakpastian Geopolitik Dunia
Dari sini memperjelas pula bahwa pemimpin yang mengikuti prinsip-prinsip etika, akan lebih mungkin menghindari praktik korupsi. Lantas ia mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa kekayaan negara dan sumber daya publik digunakan sebaik-baiknya.
Selain itu lebih jauh, ada keuntungan geopolitik dan geostrategi tatkala menjalankan etika pemerintahan, antara lain memperkukuh prestise dan reputasi internasional. Ini dapat memperkuat posisi negara dalam diplomasi, perdagangan, dan kerjasama lintas batas.
Juga memperkukuh pengaruh soft power, lantara etika pemerintahan yang terjaga dengan baik dapat menjadi bentuk dari soft power negara. Kemampuan untuk mempengaruhi pandangan, budaya, dan norma-norma melalui nilai-nilai etis yang diterapkan dapat memperkuat daya tarik dan pengaruh Indonesia dalam urusan internasional.
Baca juga : Dampak Geopolitik Dunia Pada NKRI Dan Kesiapan Kepemimpinan Nasional
Akan tetapi sejarah juga mencatat bahwa negara-negara yang tidak menerapkan etika pemerintahan yang baik selalu berisiko menghadapi isolasi internasional. Lantaran negara-negara lain melihat praktik yang tidak etis, menjadi enggan untuk menjalin kerjasama dengan negara tersebut. Ini dapat mengakibatkan isolasi politik dan ekonomi yang merugikan.
Termasuk pula ketika negara-negara yang tidak mematuhi prinsip-prinsip etika pemerintahan dapat kehilangan dukungan dari negara-negara mitra atau sekutu. Ini dapat berdampak negatif pada kebijakan luar negeri, pertahanan, dan keamanan, serta mengurangi kemampuan negara tersebut untuk meraih tujuan strategis.
Dari semua itu, pada akhirnya, tertegaskan bahwa etika pemerintahan tidak boleh diabaikan. Tambahan pula dalam hari-hari belakangan ini tahapan Pemilu 2024 sudah bergulir, sehingga rakyat mempunyai kesibukan-kesibukan memilih pemimpin semakin meningkat.
Baca juga : Latihan Perang, Sinyal Kekuatan Geopolitik Indonesia Di ASEAN Dan Dunia
Pada akhirnya, jelas, pemilu menjadi momentum yang demokratis untuk memilih pemimpin, sekaligus tanda yang tidak bisa lekang bahwa etika pemerintahan harus tetap lestari –walau pemimpin silih berganti dipilih dari pemilu ke pemilu berikutnya.
Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS, adalah mantan Dirjen Sospol Depdagri RI, Rektor IPDN, Gubernur Lemhannas RI, dan saat ini Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya