Dark/Light Mode

Menggapai Kesejukan Beragama (25)

Berharap Kepada Kelas Menengah Santri (1)

Kamis, 17 Oktober 2019 07:11 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Santri dan Pondok Pesantren memasuki era baru. Baru saja UU tentang Pondok Pesantren disahkan pemerintah.

Konten UU itu menjanjikan banyak hal kepada kelompok santri, yang selama ini memang kelihatan termarginalkan dibanding dengan sekolah-sekolah formal lainnya, khususnya sekolah-sekolah pemerintah.

Bukan hanya pesantren, para alumninya pun selama ini teramat sulit mendayagunakan potensinya karena terhambat regulasi formal.

Dengan lahirnya UU baru ini, maka diharapkan Pesantren dan para santri bisa menawarkan sesuatu yang amat genuine dari para komunitas pesantren.

Baca juga : Mengaktifkan Fungsi Kritis Agama (2)

Belum ada UUnya pun, komunitas santri sudah bisa berkiprah lebih luas, apalagi dengan hadirnya UU baru ini.

Para Kiai tidak pernah membayangkan santrinya bisa menerobos kelas menengah dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat.

Mungkin mereka mengukur diri ketika masih sebagai santri sulit sekali mengakses dunia lain selain dunia kepesantrenan.

Mungkin strategi politik pemerintah kolonial yang “mengandangkan” kiai di dalam lingkungan Pondok Pesantren yang kemudian strategi ini diadopsi oleh rezim pemerintahan nasional, baik Orde Lama maupun Orde Baru.

Baca juga : Mengaktifkan Fungsi Kritis Agama (1)

Clifford Geertz menyebut komunitas pesantren sebagai subkultur tersendiri di dalam masyarakat di samping Abangan dan Priyayi.

Komunitas pesantren seolah tidak perlu berekspansi ke dunia publik dengan pengecualian kepada sejumlah kiai diberi kesempatan berpolitik praktis hanya sebagai kekuatan pengecoh di dunia Barat, khususnya Eropa, yang di penghujung abad ke19 sudah mulai demam demokrasi dan HAM.

Dengan tampilnya segelintir kiai di panggung politik, maka pemerintah kolonial Belanda bisa menolak tudingan masyarakat Eropa bahwa Belanda menjalankan politik rasialis.

Hampir sama dengan politik gender Hindia Belanda di Tanah Air kita yang oleh sejumlah peneliti menganggap RA Kartini sengaja diorbitkan oleh Rosa M.Abendanon Mandri dan suaminya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Belanda pada masa itu, untuk mengecoh dunia Internasional bahwa perempuan Indonesia juga diberdayakan.

Baca juga : Jangan Mengusik Kerukunan Umat (2)

Buktinya ada sosok R.A. Kartini yang mampu berkorespondensi sedemikian cerdas, sebagaimana bisa dilihat di dalam buku: Door Duisternis Tot Lich (Habis Gelap Terbitlah Terang).***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.