Dark/Light Mode

Menggapai Kesejukan Beragama (27)

Ketika Menjadi Mustadhafin (1)

Sabtu, 19 Oktober 2019 07:17 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Istilah mustadh’afin semakin populer di dalam masyarakat sebagai simbol atau atribut bagi golongan yang tertindas, terdhalimi, atau termarginalisasi (marginal society).

Ironisnya, yang sering dituding sebagai pelaku atau dalang munculnya kelompok ini ialah negara (baca: pemerintah).

Dari segi bahasa, kata mustadh’afin memang bisa diartikan demikian, karena kata dasarnya berasal dari kata dha’afayadh’ifu berarti lemah.

Baca juga : Berharap Kepada Kelas Menengah Santri (2)

Namun penggunaan kata mustadh’afin di dalam Al-Qur’an tidak selamanya harus diadreskan kepada negara, tetapi juga kepada kelompok masyarakat tertentu yang memiliki power yang lebih.

Bahkan negara dalam arti pemerintah atau penguasa sering juga menjadi mustadh’afin.Jika rakyat yang menjadi mustadh’afin biasa bahkan amat sering terlihat, namun jika negara atau pemerintah berada dalam posisi mustadh’afin tentu sangat tidak umum.

Sebetulnya rakyat dan negara tidak boleh ada yang mustadh’afin, tetapi yang paling parah akibatnya ialah jika negara atau pemerintah yang mustadh’afin.

Baca juga : Berharap Kepada Kelas Menengah Santri (1)

Dalam fikih Islam disebutkan: Lebih baik dipimpin 100 tahun oleh pemimpin yang dhalim (rakyat mustadh’afin) daripada kosong kepemimpinan (negara yang mustadh’afin) sehari.

Hukum rimba akan berlaku jika negara atau pemerintah yang lemah. Contoh penggunaan mustadh’afin di dalam Al-Qur’an ialah: “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah (mustadh’afin) baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!” (QS. An-Nisa’/4:75).

Yang dimaksud kaum mustadh’afin di dalam ayat ini ialah suatu negeri yang penduduknya atau raktarnya yang dhalim.

Baca juga : Mengaktifkan Fungsi Kritis Agama (2)

Al-Qur’an melalui ayat ini mengisyaratkan kita bahwa kedhaliman itu bukan monopoli negara atau pemerintah tetapi rakyat atau yang memperatasnamakan rakyat pun berpelakuan untuk menjadi dhalim, dalam arti rakyat yang dhalim dan pemerintah yang mustadh’afin, terdhalimi. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.