Dark/Light Mode

Meraih Berkah Bulan Sya`ban (5)

Meningkat Dari Taib ke Tawwab (3)

Sabtu, 17 Februari 2024 05:30 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Taubatnya para tawwab biasa juga disebut dengan ­taubat nashuha, yaitu taubat yang benar-benar dilandasi ketulusan hati secara ­murni, taubat yang tidak pernah mengu­langi lagi perbuatan dosa yang sama selamanya. ­Yahya bin Mu’adz menga­takan: “Melakukan satu perbuatan dosa setelah taubat jauh lebih buruk dari pada melakukan 70 perbuatan dosa sebelum taubat. Sementara menurut Dzun Nun al-Mishri berkata: Beristighfar dari dosa tanpa berusaha melepaskankan diri dari dosa itu adalah taubatnya para pendusta. Barang­siapa bertaubat, kemudian tidak membatalkan taubatnya, maka ia termasuk orang bahagia. Jika ia membatalkannya sekali atau dua kali kemudian mengulanginya lagi, maka ia masih diharapkan tetap pada sikap taubatnya, sebab segala ­se­suatu telah ditetapkan ajalnya.

Baca juga : Meningkat Dari Taib ke Tawwab (2)

Diriwayatkan dari Abu Hafash al-Haddad, ia pernah berkata: “Dulu aku meninggal­kan perbuatan begini sekali, lalu kemudian aku kembali lagi kepadanya. Kemudian aku meninggalkannya lagi dan tidak mengulanginya lagi. Syeikh Abu Ali ad-Daqaq mengatakan, ada sebagian murid bertaubat, lalu kemudian meninggalkan taubatnya. Pada suatu hari ditanyakanlah, jika ia kembali lagi bertaubat, ­apakah taubatnya masih di­terima? Tiba-tiba terdengar suara yang menjawabnya: “Hai Fulan, engkau telah mentaati kami, maka kami pun berterima kasih kepadamu. Kemu­dian engkau meninggalkan kami, maka kami pun menangguhkanmu. Jika engkau kembali lagi bertaubat, maka kami akan menerimamu.” Lalu murid itu kembali bertaubat dan terca­pailah apa yang dituju.

Baca juga : Meningkat Dari Taib Ke Tawwab (1)

Menurut kalangan ‘arifin, seseorang yang telah bertekad untuk bertaubat, pertama kali harus dilakukan ialah melunasi segala macam bentuk kezaliman yang pernah dilakukan terhadap sesamanya dan mengembalikan kepada hak-hak mereka. Jika tidak mampu melakukan hal itu, maka ia tetap harus berusaha kapan ia mampu mengembalikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Selalu mendoakan bagi pemiliknya yang berhak menerima agar ia terbebas dari padanya. Kemudian ia menghindari dan memutuskan hubungannya dengan yang lain untuk menuju kedekatan diri kepada Allah. Mengganti segala hak dan kewajibannya kepada Allah yang luput dilakukan selama ini. Menyesali dan menangisi terhadap apa yang dilalaikan selama ini sehingga jauh dari Allah dan menyia-nyiakan waktu muda dan sehatnya.

Baca juga : Meningkat Dari Istighfar Ke Taubat

Pengarang al-Haqaiq al-Haqaiq mengingatkan bahwa seorang pendosa tidak sepantasnya putus asa dari rahmat Allah dalam menerima taubat mereka, walaupun dosa ­mereka banyak dan besar serta berulang-ulang membatalkan taubatnya dan bergelimang dalam dosa, sebab putus asa itu merupakan kesalahan fatal dan justru menjadi penyebab untuk semakin tenggelam dalam lumpur dosa selamanya. Jika seseorang diperhadapkan ­dengan kondisi seperti ini, ­maka sebaiknya yakinkan dalam dirinya bahwa hal itu adalah tipu daya setan yang selalu menghalangi manusia untuk bertaubat dan selalu menggoda agar tetap melakukan dosa seumur hidup.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.