Dark/Light Mode

Kearifan Lokal Nusantara: Bugis-Makassar (5)

Sabtu, 4 Juli 2020 08:50 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - 2. Siri’ ripakasiri’, yakni harkat dan martabat sebagai manusia Bugis-Makassar dilanggar oleh orang lain dengan cara penghinaan seperti ditempeleng, dimarahi di depan orang banyak, isteri atau anggota keluarga perempuannya dibawa lari atau dilecehkan.

Siri’ ripakasiri’ juga menjadi faktor terjadinya migrasi masyarakat Bugis-Makassar.

3. Kurang siri’, yakni seorang yang kehilangan kepercayaan dari komunitas kepercayaannya, misalnya seorang raja yang berbuat sewenang-wenang kemudian ditinggalkan rakyatnya.

Baca juga : Kearifan Lokal Nusantara: Bugis-Makassar (4)

Orang yang seperti ini biasa juga disebut mate siri’ (mati harkat dan martabatnya) atau massipa’ asu (bersifat anjing). Migran Bugis-Makassar memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dengan lingkungan masyarakat yang dituju, sehingga tidak jarang mereka diterima sebagai pemimpin atau ditokohkan di dalam masyarakat tersebut.

Ini mungkin disebabkan karena masyarakat Bugis-Makassar ketika itu tetap mempertahankan watak dasarnya yang lebih dikenal dengan siri’, suatu perinsip untuk tegar mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan universal. Di mana bumi diinjak di situ langit dijunjung.

Jarang sekali masyarakat Bugis-Makassar di perantauan menjadi faktor yang meresahkan di dalam masyarakat, meskipun ada oknum-oknum tertentu juga sering melakukan keonaran, sebagaimana halnya etnik-etnik lainnya.

Baca juga : Kearifan Lokal Nusantara: Bugis-Makassar (3)

Motivasi orang-orang Bugis-Makassar untuk merantau terlihat dari beberapa perisip yang sering dipegang teguh, misalnya: ”Iyapa muita deceng narekko musalaiwi wanuammu” (Nanti baru mendapatkan kebaikan kalau meninggalkan kampung halamannya).

”De nalabu matanna essoe ri tenggana betarae” (Matahari tidak akan pernah terbenam di tengah langit), ”resopa na tinulu, natemmangingngi, naletei pammase Dewata” (Hanya dengan kerja keras dan tak bosan yang dititi rahmat Tuhan YME).

”Lebbini mate maddarae namate temmanre” (lebih baik mati berdarah daripada mati kelaparan), ”Pura tangkisi gulikku, pura babbara’ sompe’ku, ulebbirengngi telleng natowalie” (Kemudi telah kupasang, layar telah kukembangkan, kupilih tenggelam daripada surut langka).

Baca juga : Kearifan Lokal Nusantara: Bugis-Makassar (1)

 ”Mali siparappe, rebba sipatokkong, malilu sipakainge” (Saling mendamparkan jika hanyut, saling mengangkat jika jatuh, saling mengingatkan jika keliru).

"Narekko sompe’ko ri wanuanna tauwe, aja’ mumaelo’ mancaji ana’guru, ancaji ponggawako, namuani ponggawa parampo’muna” (Jika engkau berlayar di negeri orang, jangan menjadi anak buah, jadilah pemimpin, walaupun itu pemimpin perampok).

Falsafah, prinsip, dan semboyan tersebut tentu mempunyai kelebihan dan kelemahan, tetapi fakta historisnya, orang-orang Bugis-Makassar memang membuktikannya dalam kenyataan. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.