Dark/Light Mode

Setelah Muncul Kekisruhan, Apakah Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru Direvisi?

ANANG HERMANSYAH : Koordinasi Antara Pusat Dan Daerah Masih Lemah

Rabu, 26 Juni 2019 11:20 WIB
Setelah Muncul Kekisruhan, Apakah Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru Direvisi? ANANG HERMANSYAH : Koordinasi Antara Pusat Dan Daerah Masih Lemah

RM.id  Rakyat Merdeka - Banyak orang tua murid memprotes Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi 2019, lantaran banyaknya masalah dalam pelaksanaannya. Mulai dari keluhan sepele, seperti ribetnya pendaftaran, terjadi penyiasatan di mana orang tua pindah domisili agar bisa mendapat tempat di sekolah tertentu, hingga ada siswa yang tidak mendapat tempat, karena kuota di sekolah negeri terdekat sudah habis. 

Kasus pindah domisili, salah satunya dilakukan oleh Dedi Ibrahim, yang rela mengontrak rumah di Jakarta Timur demi menyekolahkan anaknya di SMP 174. Dedi mengaku terpaksa mengontrak rumah untuk menyiasati sistem zonasi, karena dalam sistem zonasi, pertimbangan utama pihak sekolah untuk menerima calon peserta didik adalah kedekatan jarak antara sekolah dan rumah. 

Sedangkan kejadian tidak mendapat tempat, menimpa seorang calon siswa di Surabaya, Jawa Timur yang bernama Tania Zalzabila Febrianti. Nilai UN-nya rata-rata delapan, tetapi dia tidak kebagian jatah kuota zonasi dari sekolah negeri terdekat. Persoalannya, ayahnya yang bekerja sebagai petugas keamanan, tak mampu jika harus membiayai di sekolah swasta. 

Contoh lain adalah kasus di Tulungagung, Jawa Timur, di mana ada sejumlah desa dengan jarak nanggung, atau sering disebut blank spot zonasi. Beberapa desa di sana jaraknya sangat jauh dari SMP Negeri manapun, sehingga saat bersaing dengan patokan jarak rumah ke sekolah, mereka pasti kalah dengan desa lainnya. 

Baca juga : Menristek Jawab Kritikan Mendikbud

Bagaimana tanggapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terhadap segala persoalan yang muncul tersebut? Langkah apa yang akan mereka ambil guna menyelesaikan berbagai persoalan itu? Bagaimana pula pandangan anggota Komisi X DPR terhadap persoalan ini? Apakah menurut mereka penerapan sistem zonasi ini perlu direvisi? Berikut wawancaranya.

Banyak protes dari orang tua murid lantaran banyak masalah saat pelaksanaan PPDB sistem zonasi? 
Penerapan PPDB sistem zonasi, pada prinsipnya adalah ingin mendorong kualitas sekolah merata. PPDB ingin menghapus stigma sekolah favorit, dan sekolah tidak favorit. 

Bagus dong... 
Di poin ini, memang tidak ada masalah, perlu didukung. Namun, yang menjadi soal dari kekisruhan dalam PPDB saat ini, tampak lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat sebagai regulator melalui Permendikbud Nomor 51/2018 dengan pemerintah daerah. 

Apa akibatnya? 
Akibatnya, banyak orang tua siswa mengantre mulai dini hari, ini jelas merugikan masyarakat. Selain itu, masalah sosialisasi kebijakan menjadi soal. Di atas semua itu, penerapan zonasi yang mengalokasikan 90 persen, semangatnya bagus. Namun, ada masalah serius terkait pemerataan kualitas sekolah. 
Penerapan zonasi dengan kondisi kualitas sekolah yang tidak merata, sama saja menyimpan bara dalam sekam. Alih-alih terjadi pemeratan kualitas sekolah, namun justru menyimpan masalah. Penerapan zonasi harusnya diikuti dengan berbagai langkah simultan, dengan melakukan perbaikan di sektor pendidikan, mulai dari guru hingga fasilitas infrastruktur. Pemerintah pusat harus secara konkret berkoordinasi dengan pemerintah daerah. 

Baca juga : Arsul Sani : Tetap Gelar Aksi Berarti Tidak Patuhi Prabowo

Penyebab masalahnya karena kurang koordinasi antara pusat dengan daerah? 
Ya itu tadi, ini kan kegiatannya nggak bisa hanya dilakukan oleh pusat. Jadi, koordinasinya dengan daerah itu harus intens dan kuat. Maksud zonasinya memang bagus kalau semuanya oke. Tapi, realitanya nggak semua sarana dan prasarana di daerah itu oke. Makanya, harus kerja barenglah pemerintah pusat dan daerah. 
Maka, warningnya hari ini adalah, bagaimana pemerintah pusat bisa memberikan budget extra kepada daerah, sehingga mereka bisa mempersiapkan bersama-sama dengan pusat. Kondisi semacam ini memang selalu terjadi, pusat punya gambaran yang maju, tapi nggak bisa diakomidasi oleh daerah. Ini yang selalu menjadi kendala di kita. Tapi tujuan zonasinya sendiri menurut saya oke, bagus banget. 

Harusnya pemerintah pusat menyediakan dana untuk membangun sarana dan prasarananya dulu ya? 
Iya, tapi itu kembali kepada bagaimana alokasi 20 persen dana pendidikan. Apakah dananya untuk pembangunan insfrastruktur pendidikan doang. Kan nggak, dana itu untuk macam-macam alokasinya. Jadi ke depan, pemerintah harus bisa mengantisipasi semua permasalahan yang akan terjadi. Kalau di pusat jalan tapi di daerah tidak, pasti akan bottle neck. Masalah yang terjadi di kita, kebanyakan karena itu. 
Bagaimana akselerasi di daerah, menanggapi akselerasi dari pusat. Pusat dengan anggarannya itu saja sering nggak cukup sebetulnya. Karena dananya untuk macam-macam, ada gaji, ada buat insfrastruktur, dan sebagainya. 

Saran Anda? 
Waktu Pak Anies jadi Mendikbud, saya pernah mengusulkan, agar pendidikan dipisahkan dengan kebudayaan. Biarkan kebudayaan itu urusan sendiri, karena kebudayaan itu menggunakan dana sekian triliun. Biarkan Kemendikbud fokus menangani masalah pendidikan, tidak dicampuradukkan dengan masalah infrastruktur budaya, mengalokasikan dana untuk kebudayaan, dan sebagainya. 
Makanya, kalau Pak Jokowi menjadi presiden lagi Oktober nanti, pisahkan antara pendidikan dengan kebudayaan. Supaya kementerian bisa fokus ke masalah pendidikan. Memang antara kebudayaan dan pendidikan itu satu alur. Tapi kalau nanti itu dipisahkan dan dibiarkan sendiri-sendiri, mungkin akan menciptakan akselerasi yang lebih baik bagi kemajuan pendidikan dan kebudayaan. 

Masih ada masalah lain, yaitu soal kualitas pendidikan yang tidak merata. Hal ini menyebabkan penerapan zonasi menjadi tidak adil bagi para murid berprestasi, tapi tidak mendapat tempat... 
Sistem zonasi itu memang punya problem sendiri juga. Dimana saat ini, kualitas pendidikan tidak merata, dan perbedaan itu lahir karena faktor infrastruktur. Infrastruktur di sini bukan sekadar masalah bangunan dan sebagainya, tapi juga peningkatan kualitas guru, SDM-nya. 
Hari ini kualitas guru sedang digenjot betul-betul supaya lebih baik. Masalah ini memang sudah kami pikirkan sejak awal. Jadi semangat menuju perbaikan kualitas pendidikan Indonesia, itu sebtulnya sudah sangat mengemuka. Tetapi faktanya, perjalanannya nggak semudah itu juga, mengingat banyaknya pemerintah daerah yang terlibat. 

Baca juga : Dahnil Anzar Simanjuntak : Jika Ada Mobilisasi Massa, Itu Bukan Instruksi Kami

Apa harusnya anak-anak berprestasi mendapat prioritas di sekolah yang berada dekat rumahnya, sehingga keinginan agar mereka tersebar bisa terwujud? 
Ini kan kembali kepada masalah infrastruktur tadi. Kalau sekolah bisa menyediakan infrastruktur yang memadai, sebetulnya kuota buat mereka itu bisa ditambah. Itu kalau infrastrukturnya cukup, gurunya memadai, semuanya oke. [NDA]


 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.