Dark/Light Mode

Kebebasan Berorganisasi Diintervensi

FRANSISKA FITRI : Pemerintah Terlalu Dalam Mencampuri Ormas

Minggu, 30 Desember 2018 12:03 WIB
Kebebasan Berorganisasi Diintervensi FRANSISKA FITRI : Pemerintah Terlalu Dalam Mencampuri Ormas

RM.id  Rakyat Merdeka - Pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) lewat penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Ormas yang belakangan disahkan oleh DPR menjadi undang-undang, agaknya meninggalkan trauma tersendiri bagi aktivis ormas. Tak hanya aktivis ormas Islam, tapi juga aktivis ormas berideologi kebangsaan pun merasa khawatir kebebasannya terancam dengan adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 itu.

Menggandang Komnas HAM, para aktivis ormas menggalang Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB). Keduanya sepakat mendorong revisi Undang-Undang Ormas yang dinilai bertentangan dengan peraturan MK. Wacana untuk merevisi Undang-Undang Ormas itu muncul setelah keduanya melakukan penelitian dan kajian mendalam terhadap implementasi Undang-Undang Ormas, baik UU 16/2017 mau¬pun Permendagri Nomor 56, 57, dan 58 Tahun 2017.

Baca juga : Pembasmian Teroris Papua: Sulit Atau Terlalu Banyak Mikir?

 Hasilnya, ada 200 peristiwa dan 284 jenis tindakan yang melanggar peraturan MK terhadap ormas di 30 provinsi di Indonesia.
Dari data peristiwa itu jenis tindakan yang paling banyak dilakukan pemerintah adalah kewajiban mendaftar bagi ormas sebanyak 31 persen dan stigmatisasi terhadap ormas sebanyak 13 persen. Fakta ini bertentangan dengan Peraturan MK Nomor 82 dan Nomor 3 Tahun 2014 yang menyatakan pendaftaran ormas itu bersifat sukarela, tapi ternyata pemerintah mewajibkan pendaftaran itu dengan merilis surat keterangan terdaftar (SKT).

Nah kewajiban mendaftar ini memicu stigmatisasi terhadap ormas yang tidak mendaftar. Jadi ketika organisasi tidak mendaftar pemer¬intah akan melabeli organisasi ilegal. Hal inilah yang mendorong mereka mewacanakan revisi terhadap Undang-Undang Ormas. Khususnya evaluasi terkait SKT.

Baca juga : JAJA AHMAD JAYUS: Kerja Sama MA Dengan Kami Bisa Lebih Intens

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Choirul Anam sepakat dengan wacana tersebut. Menurut dia, jaminan kebebasan untuk berorganisasi itu bukan pengaturan yang merampas organisasi itu sendiri. Komnas HAM menilai pemerintah terlalu mencampuri urusan ormas. “Tidak ada negara yang demokratis kalau tidak ada kebebasan organisasi masyarakat sipil, itu prinsip utama pengukur negara itu demokratis atau tidak,” kata Choirul Anam.

Menurut Choirul, pemerintah sekarang cenderung seperti pemerintah di zaman Orde Baru dalam konteks menanggapi ormas sipil. Dia mengatakan demokrasi berorganisasi saat ini harus sesuai dengan keinginan pemerintah. “Demokrasi kita semakin diperketat oleh keingi-nan pemerintah semata. Jadi kalau tidak sesuai pemerintah, maka jangan harap organisasi itu bisa berkembang dengan baik,” jelas Choirul.

Baca juga : SAUT SITUMORANG: Komitmen Ketua MA Keren, Harus Dihargai

Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) Fransiska Fitri memaparkan hasil-hasil penilitian dan kajiannya terkait ormas, ditanggapi oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly. Keduanya memaparkannya kepada Rakyat Merdeka.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.