Dark/Light Mode

Kebebasan Berorganisasi Diintervensi

FRANSISKA FITRI : Pemerintah Terlalu Dalam Mencampuri Ormas

Minggu, 30 Desember 2018 12:03 WIB
Kebebasan Berorganisasi Diintervensi FRANSISKA FITRI : Pemerintah Terlalu Dalam Mencampuri Ormas

 Sebelumnya 
Dari pantauan Anda, sebenarnya bagaimana sikap pemerintah terhadap ormas di Tanah Air saat ini?
Bukan hanya di Indonesia, tetapi di negara lain, organisasi masyarakat tidak terbantahkan bahwa mereka juga bagian dari yang berkontribusi pada pembangunan. Jadi menurut saya, seharusnya pemerintah juga menempatkan ormas sebagai bagian dari yang berkontribusi.

Berkontribusi itu artinya pemerintah juga harus menyediakan lingkungan yang kondusif bagi ormas untuk tumbuh. Bisa berupa kebijakan yang menjamin dan melindungi keberadaannya, kemudian ketersedian sumber daya, baik itu dana atau pengembangan kapasitas. Kemudian jaminan terhadap pelaksanaan hak-hak berorganisasi. Baik itu hak untuk berekpresi, hak untuk memberikan kebijakan.

Baca juga : Pembasmian Teroris Papua: Sulit Atau Terlalu Banyak Mikir?

Semestinya perspektif dan paradigma itulah yang seharusnya dimiliki oleh pemerintah. Meskipun saya sendiri yang merupakan bagian dari organisasi masyarakat sipil tidak menutup masih adanya kelompok masyarakat yang menggunakan kekerasan untuk mem¬perjuangkan kepentingannya. Untuk menyikapi hal itu menurut saya adalah Indonesia sudah memiliki aturan yang lebih dari cukup.

Jadi tidak perlu menggunakan Undang-Undang Ormas, karena itu situasional. Kalau ada yang melakukan kekerasan yang menggunakan KUHP. Sementara KUHP itu sudah lebih dari cukup untuk menangkap pelaku di lapangan, untuk menangkap aktor di baliknya, jadi menurut saya itu sudah lebih dari cukup. Sebenarnya tidak perlu meng¬gunakan Undang-Undang Ormas tetapi gunakan berbagai kebijakan yang memang sudah tersedia.

Baca juga : JAJA AHMAD JAYUS: Kerja Sama MA Dengan Kami Bisa Lebih Intens

Bagaimana Anda melihat pendaftaran ormas ke pemerintah?
Pendaftaran organisasi itu kan memang seharusnya bersifat sukarela. Kalau organisasi mau terdaftar ya itu bisa dilakukan. Namun kalau pun tidak ingin terdaftar, dia kan sudah dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Nah bagi organisasi yang memang mau mendaftar, Indonesia sudah menyediakan kerangka badan hukum kan, bisa berupa yayasan maupun perkumpulan.

Jadi organisasi yang ingin berbadan hukum kan juga memiliki alasan. Misalnya, dia ingin bekerjasama dengan pihak ketiga, dia mau mengakses dana dari publik atau pemerintah. Sehingga mereka secara sukarela mendaftarkan diri dan kalau sudah terdaftar baik itu yayasan atau perkumpulan, dia juga punya kewajiban kepada organisasi, yaitu harus akunta¬bel karena kalau mengelola dana lebih dari Rp 500 juta itu harus diaudit oleh akuntan publik.

Baca juga : SAUT SITUMORANG: Komitmen Ketua MA Keren, Harus Dihargai

Jadi, menurut saya, pendaftaran dalam konteks badan hukum itulah yang sesuai dengan kerangka hukum ormas untuk menjamin keberadaannya dan tidak melanggar HAM. Namun bagi ormas yang tidak mau mendaftar, mereka seharusnya tetap diakui dan pendaftaran berdasarkan Undang-Undang Ormas yang kemudian mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kesbangpol,

Kemendagri itu bukan badan hukum, ya dia hanya mendaftarkan saja. Jadi untuk apa itu? Perkembangannya, di dalam Undang-Undang Ormas kan norma untuk pendaftaran itu sukarela, itu norma yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi kemudian pemerintah itu tetap melaksanakan pendataan dan men¬jadi sebuah pengakuan. Seharusnya mendaftar hanya untuk mendata saja, namun sekarang berubah paradigmanya menjadi pengakuan. Jadi kalau organisasi tidak mendaftar dan tidak punya SKT, maka dianggap ilegal.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.