Dark/Light Mode

Soal Penegakan Hukum

HABIBUROKHMAN : Tajam Ke Lawan, Tumpul Ke Pendukung Pemerintah

Jumat, 8 Februari 2019 09:54 WIB
Soal Penegakan Hukum HABIBUROKHMAN : Tajam Ke Lawan, Tumpul Ke Pendukung Pemerintah

RM.id  Rakyat Merdeka - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno menyoroti penegakan hukum di negeri ini. Mereka menilai, di era Jokowi hukum tak lagi jadi panglima. Sebaliknya hukum saat ini justru menjadi alat kekuasaan untuk memenjarakan atau pun mengunci mulut oposan. Selain itu hukum juga kerap digunakan sebagai alat untuk menakutnakuti oposan, setelah merapat sang oposan pun tak lagi diancam dengan perkara yang sebelum akan dijeratkan padanya. 

Melihat kondisi itu, BPN Prabowo-Sandi menilai, rezim Jokowi gagal menghadirkan keadilan dan kepastian hukum bagi rakyat. Buntutnya, muncul banyak kasus persekusi terhadap masyarakat atau tokoh yang kritis terhadap penguasa. Berdasarkan data yang dihimpun BPN, selama empat tahun Jokowi memerintah, ada lebih dari 70 kasus persekusi terjadi. Untuk membahas hal ini, Rakyat Merdeka meminta penjelasan.

Ace Hasan Syadzily, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, dan anggota Tim Hukum dan Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Habiburokhman. Berikut penuturan keduanya:

Baca juga : MOCHAMMAD AFIFUDDIN, Komisioner Bawaslu: Kami Tak Istimewakan Pendukung Petahana

Sebenarnya bagaimana BPN Prabowo-Sandi melihat proses penegakan hukum saat ini? 
Memang kecenderungannya hukum saat ini, reflektif itu banyak dikeluhkan di masyarakat. Terlebih lagi ketidakadilan. 

Ketidakadilan seperti apa yang Anda maksud? 
Sekarang ini banyak anggapan bahwa hukum itu tajam ke lawan pemerintah dan tumpul kepada pendukung pemerintah. Itu anggapan yang besar sekali dan enggak bisa diabaikan begitu saja 

Contohnya dalam kasus apa? 
Ya misalnya terhadap kasus yang sama namun perlakukannya berbeda. Contohnya itu dalam kasus Asma Dewi dengan Victor Laiskodat. Itu kan sama-sama dianggap melakukan ujaran kebencian, namun Asma Dewi diproses meskipun tidak terbukti di pengadilan melakukan ujaran kebencian. Sedangkan kepada Victor yang dinilai melakukan ujaran kebencian tidak dilakukan proses. Selain itu juga, kami sudah membuat laporan, setidaknya 20 laporan ke Bareskrim, belum juga ke Bawaslu, Dewan Pers soal fitnah, pencemaran nama baik dan kabar bohong, terutama pada paslon kami. Ada yang sudah tiga bulan laporannya. Bahkan terhadap Pak Prabowo sudah tiga bulan tapi belum ada yang ditangkap 

Baca juga : Kubu Prabowo-Sandi Minta KPK Berani Usut Pendukung Petahana

Apakah bukti yang diserahkan sudah lengkap? 
Bukti-bukti sudah kita serahkan. Di satu sisi, gampang, ada yang ngetik dilapor. Tapi kalau kita lapor ada skandal Sandiaga itu sudah masuk di bulan September, ini sudah bulan ke empat di Bareskrim dan itu enggak masuk. Di luar kekuasaan, kami hanya bisa melapor dan menunggu diproses. Kalau hal tersebut bisa berlarut dan pelaku tidak tertangkap, tidak heran kalau sekarang muncul terang-terangan ‘Indonesia Barokah’. 

Kalau hingga Pemilu 2019 usai laporan Anda belum ditindaklanjuti juga bagaimana? 
Kita menunggu janji Pak Jokowi kalau ada bukti laporkan dan kita sudah laporkan. Kita berharap segera ditindak. Jangan sampai muncul kalau yang diserang penguasa cepat dilakukan, kalau diserang oposisi lambat. 

Tetapi TKN membantah kalau pemerintah ikut campur dalam penegakan hukum? 
Ya silakan mereka membantah, tetapi kan pada akhirnya yang menilai itu semua adalah rakyat. Sehingga masyarakat bisa menilai. Lagipula gampang sekali kok untuk mencari contoh-contoh. Seperti apa yang saya utarakan, coba bandingkan kasus Asma Dewi dengan Victor Laiskodat, terus bandingkan kasus Ratna Sarumpaet dengan La Nyalla Mataliti, itu kan konstruksi hukumnya sama tetapi perlakuan hukumnya berbeda. Padahal hukum itu menilai bukti-bukti yang relevan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang relevan. Jadi itulah kurang lebih yang kita tangkap dari masyarakat. 

Baca juga : BIN: Ada 50-an Penceramah Radikal Di Masjid Lingkungan Pemerintah

Bagaimana dengan fenomena kepala daerah yang memberikan dukungan. Apakah benar ada perbedaan perlakuan jika mendukung Prabowo-Sandi? 
Jadi memang kalau ada orang di posisi kepala daerah tentu akan merasa banyak ruang tembak. Ketika hukum dianggap tidak adil maka logikanya mereka akan khawatir akan dicari-cari masalahnya, disalahkan meskipun mereka itu benar. Jadi itu yang sekarang berkembang di masyarakat. Karena sebagian orang melihat enggak ada jaminan hukum akan adil. Itu jadi lemah. 

TKN menilai bahwa BPN sengaja memainkan isu kriminalisasi untuk mencari suara? 
Saya pikir rakyat kita ini sudah cerdas ya. Misalnya saja saat Pak Jokowi datang ke suatu tempat, dia pakai kaos sebelah (O1) namun mengancungkan tangan dua jari. Itu bentuk perlawanan sipil. Perlawanan dari hegemoni yang dipaksakan. Menurut saya seperti itu dan rakyat sekarang ini sudah cerdas. [NNM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.