Dark/Light Mode

Sertifikat Tanah Gratis Dipungli Sampai Rp 2,5 Juta

DEWI KARTIKA : Gratis Bukan Berarti 100 Persen Tanpa Biaya

Minggu, 10 Februari 2019 13:59 WIB
Sertifikat Tanah Gratis Dipungli Sampai Rp 2,5 Juta DEWI KARTIKA : Gratis Bukan Berarti 100 Persen Tanpa Biaya

RM.id  Rakyat Merdeka - Program sertifikasi tanah yang dijalankan pemerintahan Presiden Jokowi diwarnai kabar negatif. Sebab, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang diberikan cuma-cuma alias gratis oleh pemerintah, dibanyak daerah kabarnya justru dipungut biaya. 

Dikutip dari situs berita, salah seorang warga di Kelurahan Pondok Cabe Ilir diberitakan harus membayar Rp 2,5 juta. Pungutan ini dirasakan bertentangan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang kerap mengatakan program PTSL yang dikerjakan pemerintah gratis. 

Faktanya kasus pungutan liar (pungli) seperti ini banyak terjadi di sejumlah daerah. Rata-rata warga diminta membayar ongkos pengurusan program PTSL berkisar Rp 1,5- 3,5 juta. Pungutan itu dianggap sebagai hal yang masih dalam taraf kewajaran bagi kebanyakan warga. 

Baca juga : ACE HASAN SYADZILY : Sertakan Bukti-bukti Kuat, Jangan Asumsi

Meski dirasakan janggal, namun warga tak mau melaporkannya ke Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Lantas bagaimana tanggapan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atas temuan ini? Langkah apa yang akan dilakukan Kementerian ATR guna memberantas praktek pungli tersebut? Bagaimana pula pandangan Konsorsium Pembaruan Agraria, LSM yang mengawasi persoalan pertanahan? Berikut penuturan lengkapnya.

Di Tangsel (Tangerang Selatan) kabarnya ada pungli dalam proses program PTSL yang harusnya gratis. Tanggapan Anda? 
Harus dicek itu siapa yang melakukan pungutan. Karena kalau sesuai peraturan, program PTSL kan gratis. Paling, ada biaya administrasi seperti untuk meterai, patok tanah. Biaya administrasi biasanya tidak sampai Rp 150 ribu. Dan di beberapa daerah kan suka ada kerja sama dengan pemerintah daerah juga tuh. Jadi betul-betul 0 rupiah, karena biaya patok dan sebagainya itu dibebaskan, meskipun dalam aturan ada biaya-biaya. 
Jadi sebenarnya gratis itu bukan total tidak ada biayanya, karena ada biaya patok, biaya meterai, dan lain sebagainya. Tapi kurang lebih Rp 100.000-Rp 300.000 lah, tergantung daerahnya. Kalau memang masih terjadi pungutan melebihi batas itu, memang harus dicek dulu. Jadi di level mana terjadinya, karena PTSL kan mulai dari tingkat desa ya. Tentu kalau dilakukan oleh aparat pemerintah, apakah BPN, aparat desa, tentu sagat disayangkan. Di luar besaran yang sewajarnya tadi tentu. 

Berarti kalau biayanya Rp100 ribu-Rp300 ribu tidak masalah ya, meskipun diaturannya itu gratis? 
Iya, kalau dalam aturan itu kan, pada proses PTSL-nya memang ada ketentuan yang menyatakan gratis, yang dimaksud adalah pembuatan sertipikat tidak dikenakan biaya, misalnya per meter harusnya berapa. Tetapi pada akhirnya memang pasti ada biaya administrasi, misalnya untuk meterai yang memang harus diadakan oleh pihak pemohon yang punya tanah, kemudian biaya patok untuk di sekelilinglahan, dan biaya administrasi lainnya. Kalau yang diperkenankan antara Rp 100-Rp 300 ribu, dan ada aturannya.

Baca juga : HABIBUROKHMAN : Tajam Ke Lawan, Tumpul Ke Pendukung Pemerintah

Jadi memang kadang publik memahaminya itu 100 persen gratis, padahal kenyataannya tidak demikian. Untuk pembuatan sertipikat tanahnya memang gratis, tapi biaya-biaya administrasi pasti ada. Kecuali kalau dia sudah punya meterainya, sudah punya patoknya, berarti tidak perlu lagi mengeluarkan biaya. Tapi kan terkadang ketika dia membuat itu butuh biaya meterai buat tanda tangan aparat desa, dan lain-lain. Bahkan pada beberapa pemda, kami cermati memang suka ada yang memberikan subsidi. Misalnya biaya yang dibutuhkan Rp 300 ribu, lalu pemda memberikan subsidi Rp 150 ribu, sehingga masyarakat tinggal bayar sisanya. Jadi sebenarnya yang dimaksud gratis bukannya sama sekali tanpa biaya. 

Dari segi biaya, pengurusan sertipikat, dulu dengan sekarang apa bedanya? 
Kalau dulu kan tanah itu per meter persegi dikenakan biaya sekian. Nah sekarang enggak, jadi biaya pengukuran tanahnya gratis, sementara biaya administrasinya tetap. Biaya yang dikenakan untuk meterai, formulir, dan lain sebagainya, tetapi tidak boleh lebih dari Rp 300 ribu. Nah kalau yang jutaan itu memang sudah di luar ketentuan, dan itu sudah pungli masuknya, karena di luar ketentuan yang berlaku. Memang yang diaturnya semacam itu. Memang ada masyarakat yang kaget ketika mengambil sertipikat tanah dan dikenai biaya, karena menurut mereka itu harusnya gratis. Padahal yang gratis adalah pengukuran tanahnya, jadi tidak lagi dihitung per meter persegi. Tapi untuk mengurusi sertipikat otomatis ada biayanya. Kecuali misalnya pemerintahan selanjutnya juga akan menggratiskan seluruhnya, termasuk biaya administrasinya. Tentu itu sebuah trobosan yang patut diapresiasi. 

Warga yang dipungut biaya jutaan itu katanya memang untuk biaya administrasi... 
Iya justru itu, harusnya biaya administrasi tidak sampai jutaan. Kalau memang sudah ada buktinya, bahwa dia kena pungutan liar, sebaiknya segera dilaporkan, supaya ini menjadi pembelajaran bersama dan menjadi kritik juga bagi pemerintah. Bahwa sistem yang mereka bangun, yang katanya sudah lebih baik itu masih bisa kecolongan.Tetapi kalau masyarakat masih belum berani melapor langsung, akan sulit untuk menujukkan bahwa sistem yang dijalankan ini masih rentan pungli. 
Makanya kami selalu menyarankan kepada anggota serikat tani, untuk tidak menggunakan bantuan dari pihak ketiga yang tidak jelas. Kalau pengurusan itu bagusnya dilakukan bersama-sama dan secara langsung sendiri. Jadi tidak mudah tertipu pungutan dengan mengatasnamakan pejabat. Karena mereka merasa butuh untuk disertipikasi, jadi mudah tergoda kalau dminta untuk bayar. 

Baca juga : HASYIM ASY’ARI : Pemilu Serentak Akan Mendorong Partisipasi

Kalau dari KPA sendiri apakah pernah menemukan pungutan seperti ini? 
Kami pernah dulu melakukan kajian di Cilacap waktu zaman SBY. Waktu itu program reformasi agrarianya SBY di Jawa bagian selatan. Nah, di Cilacap yang kami temukan adalah, adanya pungutan yang dilakukan oleh aparat desa dan BPN. Jadi ada kerja sama, meski ketika kami wawancara kedua belah pihak tidak mengaku. Tapi kami mendapatkan bukti dari perangkat desa, berupa kwitansi penarikan. [NDA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.