Dark/Light Mode

Biar Adem, Ustad Somad Minta Maaf Saja

Selasa, 20 Agustus 2019 10:51 WIB
Ustad Abdul Somad. (Foto: Istimewa).
Ustad Abdul Somad. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Kontroversi ucapan Ustad Abdul Somad (UAS) soal “ada jin kafir dalam salib” terus menggelinding. Sua sana panas tak berhenti meski UAS telah menyampaikan klarifikasi. Agar suasana jadi adem, UAS disarankan meminta maaf saja. Sampai kemarin, suasana panas akibat ucapan UAS itu, masih sangat terasa. Brigade Meo misalnya. 

Ormas di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang Sabtu lalu masih berkonsultasi dengan pihak Reskrimsus Polda NTT, kemarin, resmi melaporkan UAS. Kuasa hukum Brigade Meo, Yacoba Yanti Susanti Siubelan, menyebut, pihaknya melaporkan UAS atas dugaan tindakan pidana penistaan agama.

Di Jakarta, UAS juga dipolisikan. Perkumpulan masyarakat batak, Horas Bangso Batak (HBB), melaporkan dosen tafsir UIN Sultan Syarif Kasim, Riau itu, ke Polda Metro Jaya, kemarin. Laporan bernomor LP/5087/VIII/2019/PMJ/Dit. 

Reskrim sus tanggal 19 Agustus 2019, tercatat atas pelapor atas nama Netty Farida Silalahi. “Kami juga sudah mendapatkan info bahwa teman-teman di Medan akan membuat la poran di Polda Sumut,” kata Netty, anggota UHBB, yang mengaku keberatan dengan pernyataan UAS. 

Baca juga : Khofifah Minta Maaf ke Warga Papua

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melakukan hal serupa. Bahkan, mereka melaporkan UAS lang sung ke Mabes Polri, kemarin. Laporan tersebut diterima Bareskrim dengan nomor LP/B/0725/VIII/2019/ BA RES KRIM tertanggal 19 Agustus 2019. 

Ketua Umum GMKI, Korneles Jalanjinjinay, meminta aparat menindak UAS agar tidak terjadi kegaduhan di tengah masyarakat. Namun demikian, pihaknya tetap membuka jalur komunikasi dengan UAS.
 “Jadi, apa pun, apa mau ketemu, berdamai, dan lain-lain. Tapi, proses ini harus berjalan secara hukum supaya ada efek jera bagi yang lain ke depan untuk tidak seperti ini lagi,” kata Korneles. 

Melihat kondisi ini, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok angkat bicara. Namun, mantan narapidana kasus penistaan agama ini, tidak marah seperti sebagian umat Kristiani lain. Kata dia, salib adalah lambang bagi umat Kristiani. 

Tapi, orang di luar umat Kristiani, tidak paham hal itu. “Jadi, kalau salib digituin oleh orang-orang yang tidak paham, bagi kami tidak masalah,” kata Ahok usai menjadi pembicara seminar, di Universitas Kristen Petra, Surabaya, kemarin.

Baca juga : Pasokan Air Bersih Terganggu, Palyja Minta Maaf

Dia pun menganggap, kasus yang dihadapi UAS saat ini dengan kasusnya di 2017, berbeda. Di 2017, Ahok divonis 2 tahun penjara karena dianggap menistakan agama Islam saat berkomentar soal penafsiran surat Al-Maidah ayat 51. Kata Ahok, dari kasus itu, dirinya menjadi lebih santai dari sebelumnya.

 “Saya masuk Mako Brimob justu pro mosi, Bos. Jadi saya harus menunjukkan positifnya, santai, jangan biarkan lingkungan memengaruhi saya,” ucapnya. Mantan Ketum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, yang turut hadir bersama Ahok di acara itu, menyebutkan sila kelima ketika menanggapi pernyataan UAS soal salib. 

“Dalam kasus itu, ada hal yang terlupakan yaitu melaksanakan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Seluruh masyarakat Indonesia harus diperlakukan sama karena kita memiliki bangsa yang sama,” ujar cendikiawan yang akrab disapa Buya ini. 

Ketua Setara Institute, Hendardi, melihat langkah sebagian kelompok melaporkan UAS tidak berlebihan. Sebab, kasus itu memang bisa dibawa ke ranah hukum. Ucapan UAS soal salib sudah memenuhi unsur di muka umum meski disampaikan dalam pengajian di dalam masjid. 

Baca juga : Pengacaranya Pukul Hakim, TW Minta Maaf

Namun demikian, Hendardi menyarankan kasus ini diselesaikan dengan kekeluargaan. UAS cukup ditegur. Di sisi lain, UAS-nya juga harus mau meminta maaf atas ucapannya ke umat Kristiani. 
“Jika pun UAS dilaporkan dengan delik penodaan agama, saya mendorong agar proses teguran dan tuntutan minta maaf serta janji tidak mengulangi didahulukan untuk ditempuh. Sebagaimana yang diatur dalam UU 1/1966 PNPS. Sehingga, jika itu dipenuhi, maka tidak perlu diproses secara hukum,” sarannya saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, tadi malam. 

MUI juga ikut bicara. Wakil Ketua MUI, Zainut Tauhid, menganggap, yang perlu disalahkan dalam kasus ini adalah pihak yang menye barkan video UAS. Penyebaran itu mengganggu harmoni kehidupan umat beragama. Atas hal itu, dia meminta Kepolisian mengusut penyebar pertama video tersebut. 

“MUI meminta aparat Ke polisian mengusut pengunggah pertama video yang diduga mengandung konten SARA tersebut, untuk mengetahui motif, maksud dan tujuan pelakunya,” kata Zainut dalam keterangan tertulisnya, kemarin. 

Untuk masyarakat umum, Zainut meminta agar tidak terprovokasi atas upaya adu domba antarumat beragama. Ia juga menyarankan agar para pihak mengedepankan jalur musyawarah yang bernuansa kekeluargaan dan persaudaraan. [SAR]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.