Dark/Light Mode

Kalau Tak Diantisipasi dari Sekarang, 2021 Jakarta Terancam Ditenggelamkan Sampah

Kamis, 29 Agustus 2019 11:58 WIB
Sampah yang menumpuk di Kali Gendong, Muara Baru, Jakarta. (Foto: Antara).
Sampah yang menumpuk di Kali Gendong, Muara Baru, Jakarta. (Foto: Antara).

RM.id  Rakyat Merdeka - Persoalan sampah di Jakarta seakan tak pernah habis. Volumenya terus bertambah. Tapi penanganannya masih tradisional. Ditumpuk sampai segunung di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.

Maka tidak heran, pada 2021, TPST Bantar Gebang diprediksi bakal penuh. Sebab, setiap hari sekitar 7.000 ton sampah warga Jakarta ditumplek ke sana. Selama 30 tahun terakhir, Jakarta telah bergantung ke Bantargebang. 

Kini kondisi TPST itu telah terisi 39 juta ton sampah atau 80 persen dari kapasitas. Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih mengaku tak bisa membayangkan bagaimana jika Bantargebang overload. 

Kita nggak membayangkan itu overload. Caranya bagaimana? Ya, kita kurangi dengan berbagai cara sehingga kapasitas tampungnya enggak tiga tahun ke depan. Tapi bisa lima tahun ke depan dan seterusnya,” ucap Andono. 

Baca juga : Lantik DPRD Baru, Anies Harap Wagub Jakarta Baru Disidangkan

Untuk itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dipaksa bergerak cepat mencari solusi. Antara lain menyelesaikan proyek Intermediate Treatment Facility (ITF). ITF merupakan fasilitas pengolahan sampah di dalam kota yang berbasis pada konsep waste to energy. 

Dalam hal ini, yaitu listrik. ITF bekerja dengan membakar sampah di sebuah ruangan tertutup bernama insinerator dengan suhu 1.000 derajat celcius. Di atas insinerator terdapat boiler atau ketel uap berisi air yang jika dipanaskan akan menjadi uap bertekanan tinggi. Tapi sayang, proyek ini belum kelar. 

Strategi terbaru Pemprov DKI yang bersifat menggugah kesadaran warga dengan program Sampah Tanggung Jawab Bersama (Samtama). Program ini mengajak setiap orang mengolah sampah sendiri sebelum dikumpulkan di Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS). 

Programnya sederhana. Pertama-tama, warga diajak untuk memilah sampah. Bedakan antara sampah organik dengan non organik. Sampah-sampah sisa makanan yang bisa membusuk dapat dimanfaatkan untuk membuat pupuk kompos. 

Baca juga : Polusi Asap Rokok Tak Bisa Diabaikan

Sedangkan sampah non organik bisa dikumpulkan untuk ditukar di bank sampah dan didaur ulang. Program terbaru ini terasa kurang bergaung. Warga masih menggunakan pola lama. Misalnya, di Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sampah dari rumah diangkut setiap dua hari sekali. Waktu pengambilan biasanya malam. 

Saat orang-orang mulai terlelap. Sampah-sampah itu kemudian diangkut ke TPSS di Jalan Pinang Emas. Bersebelahan dengan Pasar Pondok Indah. Dari rumah yang mengangkut adalah bisnis perorangan. Setiap warga ditarik uang Rp 20 ribu sebulan. 

Kemudian, dari TPSS, sampah diangkut dengan truk-truk besar ke TPST Bantargebang. Pergerakan truk tercirikan. Sebab, dari kejauhan baunya sudah bisa tercium. Sangat mencemari udara. Bau menyengat itu membuktikan bahwa sampah yang diangkut bercampur antara sampah organik dan non organik. Sampah itu bau karena yang organik mulai membusuk. Proses komposting. Entah karena sudah dua hari disimpan di rumah atau hal lainnya. Sampah-sampah ini memang tidak terpilah mulai dari rumah.

Gugah Kesadaran Warga
Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Saefullah mengatakan, program Samtama disosialiasikan di 2.927 Rukun Warga di Jakarta. 

Baca juga : Kota Paling Berpolusi Sedunia, Jakarta Ranking Satu Lagi

“Ini agar warga bisa lebih mandiri kelola sampah. Sehingga nanti bisa dipilah mana sampah organik dan anorganik,” ujarnya.  Menurut Saefullah, dengan adanya perubahan pola pikir warga dalam mengelola sampah secara mandiri, maka mereka akan tergerak untuk memilah sampah, baik organik maupun non organik. 

“Misal botol-botol bekas pakai, kita cuci bersih dulu sebelum dibuang. Kalau sampah sayuran bisa kita manfaatkan lagi jadi pupuk organik,” paparnya.  Program Samtama terbagi menjadi dua. Pertama, Laskar Samtama yang terdiri dari 185 relawan umum dan 24 relawan dokumentasi. Kedua, Kampung Samtama yang merupakan inisiatif warga di tingkat RW dalam memperbaiki pengelolaan sampah di kampung mereka. 

Anggota DPRD DKI Jakarta, Pandapotan Sinaga mengungkapkan, aturan tentang pengelolaan sampah sedang digodok dewan bersama eksekutif. Yakni, Revisi Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Menurutnya, proses pemilahan sampah perlu disesuaikan berdasarkan penggolongan jenis sampah di lingkungan warga dari awal sampai akhir. Aturan pemilahan sampah juga wajib berlaku dalam pengembangan proyek ITF ataupun Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA). [MRA]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.