Dark/Light Mode

Prihatin Pemberhentian Periset Eijkman, Sudirman Said: Rasio Peneliti Di Indonesia Masih Sangat Rendah

Senin, 3 Januari 2022 19:41 WIB
Sudirman Said. (Foto: Ist)
Sudirman Said. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said menyatakan prihatin dengan nasib sekitar 120 periset Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman yang diberhentikan. Pemberhentian ini, merupakan imbas dari adanya integrasi Lembaga Eijkman ke tubuh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

"Mengapa prihatin? Sebab negara yang sedang berkembang seperti Indonesia akan membutuhkan begitu banyak ilmuwan, periset, di semua bidang. Seharusnya, yang dilakukan adalah memperbanyak jumlahnya, bukan menguranginya," ujar Sudirman, Senin (3/1).

Diingatkan Sudirman, berdasarkan laporan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), rasio jumlah peneliti dengan jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah. Bahkan, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. 

Baca juga : Soal Keterwakilan Perempuan Di Parlemen, Indonesia Terbawah Di ASEAN

LIPI mengatakan, jumlah peneliti di Indonesia masih 1.071 per satu juta penduduk. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 2.590 orang per sejuta penduduk atau Singapura 7.000 peneliti per sejuta penduduk, dan Korea Selatan yang sudah mencapai 8.000 per sejuta penduduk. "Indonesia masih jauh tertinggal," ingat mantan menteri ESDM ini. 

Begitu pun, dari sisi dokumen penelitian yang terindeks internasional (global index). Indonesia merupakan negara yang indeksnya paling rendah. Sampai tahun 2020, hanya ada 212.000 dokumen penelitian yang terindeks global.

Bandingkan dengan negara ASEAN lain seperti Thailand yang memiliki 223.000 ribu dokumen, Singapura 352.000 dokumen, dan Malaysia 368.000 dokumen.

Baca juga : Rebutan Perhatian, AS Dan Rusia Kirim Petingginya Ke Indonesia

Negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang, jauh lebih tinggi. Korsel punya 1.370.000 dokumen penelitian terindeks global. Sementara Jepang sebanyak 3.074.000 dokumen.

"Angka-angka ini menunjukkan bahwa sebetulnya di bidang penelitian, riset dan inovasi, Indonesia masih harus bekerja keras," bebernya.

Karena itu, menurut Sudirman, tidak pada tempatnya jika lembaga-lembaga yang sudah menghasilkan begitu banyak penelitian maupun inovasi seperti lembaga Eijkman, tidak dilanjutkan keberadaannya.

Baca juga : Telementoring ECHO Pertama: Lompatan Baru, Pelayanan Kanker di Indonesia

Atau, orang-orang yang di dalamnya yang merupakan pilar dari eksistensi lembaga Eijkman harus mengalami nasib kehilangan peran atau pekerjaan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.