Dark/Light Mode

Ditegaskan Pramono Anung

Membunuh Oposisi Bukan Gaya Jokowi

Minggu, 6 Februari 2022 08:25 WIB
Sekretaris Kabinet, Pramono Anung pada acara Podkabs (Podcast Kabinet dan Sekretariat Kabinet). (Foto: Tangkapan layar YouTube 
Sekretariat Kabinet RI).
Sekretaris Kabinet, Pramono Anung pada acara Podkabs (Podcast Kabinet dan Sekretariat Kabinet). (Foto: Tangkapan layar YouTube Sekretariat Kabinet RI).

 Sebelumnya 
“Itulah ruang demokrasi. Kata-kata tidak untuk dipenjara. Jika itu yg terjadi, itu bukan ruang demokrasi. Itu ruang pembungkaman demokrasi. Penjara dibuat untuk pelaku kejahatan seperti korupsi, pembunuhan dan kejahatan yang harusnya dipenjara atau dihukum badan,” urai Hinca.

Karena penguasa yang demokratis adalah pemimpin yang membutuhkan check and balances of power. Tujuannya agar tetap stabil dan demokratis. Kata Hinca, pemimpin tidak perlu takut dikoreksi dan dikritik. Karena kritik adalah vitamin demokrasi.

“Dengan penjelasan itu, rasanya, apa yang disampaikan Pramono Anung tak pas yang menarik kesimpulan media sosial yang mengkritik pemerintah menjadi bahan empuk oposisi menjalankan tugasnya menekan pemerintah. Sama sekali tidak begitu! Dan itu kesimpulan yang salah,” tegas Hinca.

Baca juga : Jadi Ketua Kelas, Pram Bongkar Rahasia Dapur Kabinet Jokowi

Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing membenarkan apa yang disampaikan Pram. Kata dia, selama ini pemerintah sudah cukup baik dengan kalangan oposisi. Padahal di dunia maya, hampir tiap detik isinya berupa kecaman dan hinaan kepada kepala negara.

Padahal selama ini, kata dia, Jokowi cenderung terbuka dengan berbagai kritik. Tercatat, sudah beberapa kali Jokowi menerima atau mengundang pihak-pihak yang berseberangan untuk menyampaikan kritik.

“Saya termasuk yang tidak setuju jika dikatakan Jokowi membungkam oposisi,” tegasnya.

Baca juga : Dibuang Ke Getafe, Mayoral Tuding Mourinho Jadi Biang Kerok

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah justru menilai Pramono tengah lakukan pembelaan. Karena seharusnya pemerintah memang melindungi hak warga negara dalam lakukan kritik, termasuk mengemukakan ekspresi kekecewaan.

Sementara UU ITE sejauh ini tidak menjaga hak warga atas hak berpendapat. UU ITE justru menjadi alat kekuasaan untuk menekan suara yang tidak senada atau menggembirakan. UU ITE berlaku sesuai tafsir kelompok yang berkeberatan, tidak konsisten berbasis keadilan dan kesetaraan.

“Selama Undang-Undang ITE tidak direvisi, sekurang-kurangnya dihilangkan pasal-pasal yang multitafsif, maka selama itu pula pemerintah menjadikan Undang- Undang ITE sebagai tameng hasrat membungkam kelompok kritis. Seburuk-buruknya kritik pada pemerintah, tetap saja diperlukan dalam tatanan demokrasi. Sebagai wujud pemerintah tunduk dan pengayom publik,” pungkasnya. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.