Dark/Light Mode

Keluar Penjara Kembali Jadi Tersangka

Eks Bupati Bogor Dituding Malak Pejabat & Minta Mobil

Rabu, 26 Juni 2019 03:23 WIB
Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin. (Istimewa)
Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin. (Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rachmat Yasin, mantan Bupati Bogor baru sebulan bebas dari penjara. Dia terancam masuk bui lagi. KPK kembali menetapkan politisi PPP itu sebagai tersangka.

Lembaga antirasuah menemukan bukti Rachmat Yasin melakukan dua tindak pidana korupsi. Pertama, menyunat anggaran setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Bogor.

Uangnya untuk operasional Rachmat Yasin dan kampanye pencalonan bupati periode kedua. “Tersangka RY diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD sebesar Rp 8,9 miliar,” terang Febri Diansyah, juru bicara KPK.

Sejak menjabat Bupati Bogor pada awal 2009, Rachmat Yasin beberapa kali melakukan pertemuan dengan para pimpinan SKPD. Dia menyampaikan kebutuhan dana operasional di luar biaya APBD.

Rachmat Yasin memerintahkan para kepala SKPD menyetor uang. Untuk menyediakan uang bagi bupati, para kepala SKPD memotong anggaran instansinya masing-masing.

Baca juga : Kabupaten Sarmi Papua Kembali Diguncang Gempa, Belum Dilaporkan Adanya Gempa Susulan

“Sumber dana yang dipotong berasal dari honor kegiatan pegawai, dana insentif struktural SKPD, dana insentif dan jasa pelayanan RSUD, upah pungut, pungutan kepada pihak yang mengajukan perizinan di Bogor dan pungutan kepada pihak rekanan yang memenangkan tender,” beber Febri.

Permintaan yang sama disampaikan kepada pimpinan SKPD ketika Rachmat Yasin hendak mencalonkan menjadi Bupati Bogor periode kedua.

Kasus kedua, Rachmat Yasin diduga menerima tanah 20 hektar. Pemberian itu terkait pengurusan izin pembangunan pondok pesantren dan kota santri di Desa Singasari dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol. Pemilik tanah punya lahan 350 hektar. Dia menghibahkan 100 hektar untuk pembangunan pondok pesantren dan kota santri.

Rachmat Yasin menyuruh anak buahnya mengecek surat-surat tanah yang akan dihibahkan. Tak hanya itu, pada pertengahan 2011, Rachmat Yasin turun langsung mengecek lahan yang akan dibangun pondok pesantren dan kota santri. Melalui stafnya, Rachmat Yasin menyampaikan juga ketertarikannya atas lahan itu.

“RY juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan kepadanya,” ungkap Febri.

Baca juga : Bupati Mandailing Natal Dijewer Tjahjo Kumolo

Pemilik tanah akhirnya menghibahkan 20 hektar untuk Rachmat Yasin. “Diduga RY mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian pondok pesantren dan kota santri,” sebut Febri.

KPK juga menduga Rachmat Yasin menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Vellfire dari pengusaha yang menggarap beberapa proyek Pemkab Bogor. Pengusaha itu juga menjadi tim sukses Rachmat Yasin saat mencalonkan kembali menjadi Bupati Bogor periode kedua.

Pada April 2010, Rachmat Yasin meminta bantuan pengusaha ini untuk membeli mobil Vellfire seharga Rp 825 juta. Dia hanya memberikan uang muka Rp 250 juta. Pengusaha itu yang membayar cicilan kredit mobil selama tiga tahun.

“Pembayaran cicilan mobil sebesar Rp 21 juta per bulan sejak April 2010 hingga Maret 2013,” beber Febri.

Rachmat Yasin diduga melanggar Pasal 12 huruf 6 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Baca juga : Setelah Mantan Sekda Jadi Tersangka, Giliran Wali Kota Malang Digarap KPK

Untuk diketahui, Rachmat Yasin tak menyelesaikan masa jabatan Bupati Bogor periode kedua. Pada 2014, dia dicokok KPK karena menerima suap dari Presiden Direktur PT Sentul City, Kwee Cahyadi Kumala.

Pemberian rasuah itu agar Rachmat Yasin mengeluarkan rekomendasi tukar guling kawasan hutan seluas 2.754 hektar di Kecamatan Jonggol, Kecamatan Sukamakmur dan Kecamatan Citeureup.

PT Bukit Jonggol Asri berencana membangun perumahan Kota Satelit Jonggol City (KSJC) di kawasan hutan itu. Kwee Cahyadi Kumala menjanjikan uang Rp5 miliar kepada Rachmat Yasin agar membuat rekomendasi kepada Menteri Kehutanan mengenai tukar guling kawasan hutan.

Di persidangan, jaksa KPK menuntut Rachmat Yasin di￾jatuhi hukuman 7,5 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, dan pencabutan hak politik 3 tahun. Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis 5,5 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, dan pencabutan hak politik 2 tahun. Rachmat Yasin memutuskan menerima vonis itu.

Sementara jaksa KPK juga tak mengajukan banding. Putusan ini pun berkekuatan hukum tetap. Setelah dipenjara hampir 5 tahun, pada 8 Mei 2019 lalu Rachmat Yasin mendapat cuti menjelang bebas (CMB). Dia diperbolehkan meninggalkan Lapas Sukamiskin Bandung. Sesuai jadwal, Rachmat Yasin bakal bebas murni Agustus mendatang. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.