Dark/Light Mode

Makna Idul Fitri Menurut Prof Quraish Shihab

Senin, 2 Mei 2022 18:48 WIB
Muhammad Quraish Shihab. (Foto: Istimewa)
Muhammad Quraish Shihab. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mengartikan arti Idul Fitri, Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1999) mengartikan bahwa Ied berarti kembali dan fithr dapat diartikan agama yang benar atau kesucian atau asal kejadian.

Quraish Shihab mengatakan, kalau umat Islam memahaminya sebagai agama yang benar, maka hal itu menuntut keserasian hubungan karena keserasian tersebut merupakan tanda keberagaman yang benar.

Dalam hal ini, Nabi Muhammad bersabda, Al-Din Al-Muamalah. Nasihat menasihati dan tenggang rasa juga termasuk ajaran agama karena Nabi juga bersabda, Al-Din Al-Nashihah.

Baca juga : Partai Golkar: Idul Fitri Momentum Jaga Persatuan Jelang Pemilu 2024

Dengan demikian, setiap yang ber-Idul Fitri harus sadar bahwa setiap orang dapat melakukan kesalahan; dan dari kesadarannya itu ia bersedia untuk memberi dan menerima maaf.

Fithrah berarti kesucian. Ini dapat dipahami dan dirasakan maknanya pada saat seorang hamba duduk merenung sendirian.

Ketika pikiran mulai tenang, kesibukan hidup atau haru hati telah dapat teratasi, akan terdengar suara nurani yang mengajaknya berdialog, mendekat bahkan menyatu dengan suatu totalitas wujud Yang Maha Mutlak, yang mengantarnya untuk menyadari betapa lemahnya manusia di hadapan-Nya, dan betapa kuasa dan perkasanya Yang Maha Agung itu.

Baca juga : KSP : Idul Fitri Momentum Perekat Sosial, Kembalinya Kesucian Rohani

Suara yang didengar itu adalah suara Fithrah manusia, suara kesucian. Setiap orang memiliki fithrah itu, terbawa serta olehnya sejak kelahiran, walaupun sering terabaikan karena kesibukan dan dosa-dosa sehingga suaranya begitu lemah hanya sayup-sayup terdengar.

Suara itulah yang dikumandangkan pada Idul Fitri, yakni Allahu Akbar, Allahu Akbar.Jika kalimat pengagungan Allah itu tertancap dalam jiwa, maka akan hilanglah segala ketergantungan kepada unsur-unsur lain selain Allah semata.

Tiada tempat bergantung, tiada tempat menitipkan harapan, tiada tempat mengabdi, kecuali kepada-Nya. Ketika hal itu terjadi pada seseorang, terjadilah apa yang seperti dilukiskan oleh Ibnu Sina dalam Al-Isyarat wa Tanbihat (Disadur dari Abdul Halim Mahmud, Al-Tafkir Al-Falsafiyfi Al-Islam, Dar Al-Kutub Al-Lubnaniy, 1982) sebagai berikut: Orang tersebut menjadi arif, yang bebas dari ikatan raganya.

Baca juga : Raja Salman Ucapkan Selamat Idul Fitri Untuk Muslim Sedunia

Dalam dirinya terdapat ikatan yang tersembunyi, namun pada dirinya sendiri tampak sebagai sesuatu yang nyata. Ia selalu gembira, banyak senyum. Betapa tidak, sejak ia mengenal-Nya, hatinya dipenuhi oleh kegembiraan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.