Dark/Light Mode

Stop! Jangan Wacanakan Lagi Khilafah Jadi Sistem Pemerintahan di Indonesia

Rabu, 29 Juni 2022 06:31 WIB
Kepala Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI) Muhammad Syauqillah (Foto: Istimewa)
Kepala Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI) Muhammad Syauqillah (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ideologi khilafah tak perlu diwacanakan lagi sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia. Pasalnya, sistem khilafah dianggap tidak relevan di era sekarang.

“Kekhilafahan itu sudah berhenti di era Khulafaur Rasyidin. Setelahnya muncul berbagai dinasti hingga era Usmani (Turki) yang selesai pada tahun 1923. Penggunaan terminologi khalifah juga sudah selesai. Usmani menggunakan kata khalifah untuk menyebut penguasa. Jadi tidak perlu lagi diwacanakan sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia,” ujar Kepala Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI) Muhammad Syauqillah, di Jakarta, Selasa (28/6).

Ia mengungkapkan, era Usmani sejatinya menggunakan sistem pemerintahan Daulah, yaitu Daulah Usmaniyah bukan Khilafah Usmaniyah. Di sinilah kelemahan literasi dari para pengusung atau simpatisan ideologi khilafah sehingga pasca-Usmani, banyak sekali wilayah yang mendeklarasikan diri sebagai negara baik dalam bentuk kerajaan dan sebagainya. “Termasuk Indonesia yang memilih sebagai negara Pancasila. Dan kita sudah selesai Pancasila itu,” jelasnya.

Baca juga : KBRI Beijing Fasilitasi Pendirian Pusat Bahasa Dan Inovasi Di 6 Perguruan Tinggi Indonesia

Menurutnya, dalam perjalanannya Indonesia, para founding fathers, ulama, serta para tokoh telah menyepakati bangsa ini sebagai darul ahdi wal syahadah atau negeri yang penuh dengan kedamaian serta darul mitsaq atau negeri kesepakatan. Sehingga sistem yang ada di bangsa ini sudah selesai dan telah bersepakat dalam konteks berbangsa dan bernegara.

“Bagi yang masih mengkampanyekan khilafah, perlu sadari betul bahwa para ulama terdahulu telah melakukan ijtihad, dan telah bersepakat atas rumusan dalam bernegara,” kata Syauqillah.

Dalam Islam, lanjut Syauqillah, justru mengajarkan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, hal-hal yang mengatur tentang kehakiman, kementerian, wilayatul qadha, serta keuangan yang juga ada dalam sejarah Islam dan merupakan produk ijtihad. “Dalam urusan berbangsa dan bernegara, Islam telah mengajarkan tentang menjaga bangsa, serta urusan terkait kenegaraan seperti kehakiman, maal, hingga keuangan,” terangnya.

Baca juga : BMI: Mega Dan Puan Dobrak Batasan Perempuan Di Dunia Politik Indonesia

Ia menila,i perlu ada upaya nyata dari berbagai stakeholder guna mewaspadai ideologi khilafah yang kian hari semakin massif hingga masuk pada lini-lini kehidupan masyarakat. Terutama berkenaan dengan literasi masyarakat tentang bagaimana sesungguhnya sejarah dan makna khilafah. Kalau ada berbagai macam versi dan sejarah, sebaiknya dibaca semua dan dipertimbangkan seperti apa kebenarannya.

Selain itu, perlu adanya langkah atau kampanye berkesinambungan terkait narasi alternatif yang harus sesuai atau mendekati bahasa dan selera konten anak muda. Misalnya tentang terminologi kekhilafahan, khalifah, sejarah. Kampanye itu harus simultan dan berkesinambungan.

Tidak hanya itu, dari sisi pemerintah, Syauqillah juga mengharapkan upaya konkret guna memotong gerak kelompok radikal pengusung khilafah melalui penguatan kontra narasi dan wacana yang didiseminasikan melalaui semua lini dan sumber daya yang ada. Juga melalui penguatan regulasi.

Baca juga : PPIH Cek Kesiapan Perusahaan Pengangkutan Bagasi Jemaah Haji Indonesia

“Mau tidak mau, hampir 90 persen ini berkenaan dengan ideologi dan harus direspons. Tidak bisa didiamkan begitu saja. Harus ada regulasi yang jelas dan matang. Artinya harus dengan memperhatikan hak-hak asasi warga negara karena ini terkait,” ujar penulis buku "Ketahanan Keluarga, Paradoks Radikalisme dalam Keluarga Indonesia" ini.

Menurutnya, regulasi yang diharapkan tidak hanya penindakan hukum tegas kepada pelaku. Namun juga menyediakan metode soft approach yang berisi pola pembinaan dan deradikalisasi agar siapapun yang pernah terjerumus dalam ideologi kontemporer tersebut dapat Kembali kepelukan NKRI.

“Kita punya penegakan hukum, tapi di sisi soft approach juga perlu ditingkatkan. Sebetulnya sudah lengkap apa yang kita punya. Ini hanya fase sampai kita bisa menciptakan regulasi yang tepat. Ini akan berjalan seiring perkembangan fenomena, hasil kajian/penelitian hingga tercipta formulasi yang tepat,” pungkas Syauqillah.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.