Dark/Light Mode

Diutus Megawati Temui Tuan Guru Turmudzi

Basarah Gali Fatwa Dibolehkannya Pemimpin Perempuan Dalam Islam

Jumat, 29 Juli 2022 23:24 WIB
Wakil Ketua MPR yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah saat sowan ke ulama kharismatik Tuan Guru Turmudzi Badarudin di Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Kamis (28/7). (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua MPR yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah saat sowan ke ulama kharismatik Tuan Guru Turmudzi Badarudin di Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Kamis (28/7). (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Tuan Guru Turmudzi kemudian menyinggung sejarah nusantara, tepatnya di Aceh yang disebut sebagai Serambi Makkah, bahwa masyarakat di sana juga tidak pernah punya masalah terkait kepemipinan perempuan dalam Islam.

Di Nusantara, Aceh sebagai salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara, sekaligus menjadi salah satu wajah Islam di Indonesia, memperlihatkan bagaimana hak politik perempuan mendapatkan tempatnya dalam Islam.

Baca juga : Kadin Dukung Pebisnis Perempuan Go Global..

Alim ulama dan masyarakat Aceh tidak pernah menolak kerajaan dipimpin oleh seorang raja perempuan atau disebut ratu. Buktinya, dalam sejarah ada empat perempuan yang pernah memimpin Kerajaan Aceh antara tahun 1641 sampai tahun 1699, yaitu Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675), Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam (1675-1678), Sri Ratu Zaqiyatuddin Inayat Syah (1678-1688), dan Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah (1688-1699).

Diterimanya raja perempuan dalam Islam bukan tanpa alasan, tapi juga berdasarkan kearifan seorang ulama karismatik asli Aceh, Syaikh Abdul Rauf as-Singkili, atau dikenal dengan nama Syiah Kuala (1591-1996) yang bergelar qadli malikul adil, yaitu hakim raja yang adil.

Baca juga : Terima Srikandi Pemuda Pancasila, Bamsoet Dorong Kepemimpinan Perempuan

Syiah Kuala adalah seorang ulama ahli tafsir dan fiqih asal Aceh yang terkenal dalam sejarah penulisan tafsir di Indonesia sebagai penulis tafsir Al-Qur'an lengkap 30 juz pertama dalam bahasa Melayu dengan judul Tarjuman al-Mustafid.

Artinya, kata Basarah, sekarang tidak ada lagi alasan untuk mempertentangkan kepemimpinan perempuan dalam Islam untuk bangsa Indonesia. Selain landasan agama sesuai fatwa alim ulama NU, pemimpin perempuan juga memiliki landasan sejarah seperti antara lain yang diperlihatkan di Aceh.

Baca juga : HNW Dukung Pemberian Gelar Pahlawan Bagi Habaib Dan Pejuang Perempuan

"Ditambah lagi, ideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara kita juga tidak melarang perempuan menjadi pemimpin," pungkas Basarah. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.