Dark/Light Mode

Utang Turun, Ekspor Naik, Perdagangan Surplus

Ekonomi Baik, Itu Angka-angkanya...

Jumat, 16 September 2022 06:50 WIB
Ilustrasi neraca perdagangan. (Foto: Istimewa).
Ilustrasi neraca perdagangan. (Foto: Istimewa).

 Sebelumnya 
Kinerja ekspor yang kinclong menular ke neraca perdagangan yang surplus 5,76 miliar dolar AS. Surplus ini terjadi karena nilai ekspor lebih tinggi dari impor. Ekspor meningkat 9,17 persen atau sekitar 27,91 miliar dolar, sementara impornya naik 3,77 persen atau sekitar 22,15 miliar dolar AS. Maka, surplus perdagangan mencapai 5,76 miliar dolar AS. Itu artinya, sudah 28 bulan berturut-turut Indonesia mengalami surplus neraca dagang.

Memang, hasil ini cukup memuaskan. Namun, dengan kenaikan harga BBM, membuat Pemerintah memitigasi kenaikan inflasi. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memprediksi, kenaikan BBM akan meningkatkan inflasi hingga di akhir tahun.

Baca juga : Kunjungi Turki, B20 Indonesia Perkuat Kerja Sama Ekonomi Kedua Negara

"Dalam empat bulan ini, betul-betul kita akan berupaya mencapai target inflasi yang secara nasional kita menargetkan inflasi pangan di bawah 5 persen," ucap Airlangga, dalam Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Pengendalian Inflasi Tahun 2022, Senin lalu.

Kenapa demikian? Karena inflasi di sektor energi bisa mencapai 1,6-2 persen. Imbasnya, pada laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, Airlangga tetap optimis, perekonomian kita bisa tumbuh di atas 5 persen hingga di akhir tahun. Untuk di kuartal III-2022, dia pede pertumbuhan ekonomi bisa di angka sekitar 5,2 persen.

Baca juga : Mentan Dongkrak Ekspor Lewat Pengembangan Benih Kopi Unggul

Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo memprediksi, angka inflasi masih akan lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi. "Kita harus siap-siap bahwa angka inflasi kita nanti akan sedikit lebih tinggi daripada angka pertumbuhan ekonomi," wanti-wantinya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, angka-angka positif di atas terbentuk karena booming harga komoditas. Namun, banyak yang memprediksi harganya bakal turun. Jika sudah turun, tentu indikator yang dijabarkan akan berubah total.

Baca juga : Masuki Tahun Politik, Pemerintah Kudu Jaga Stabilitas Ekonomi

"Surplus bisa jadi defisit. Itu yang harus diperhatikan. Jangan terlena pada indikator positif yang sifatnya jangka pendek," pesan Bhima.

Dilihat dari tekanan eksternal, terjadi penguatan dolar AS, yang berdampak pada rupiah. Lagi pula, selama semester I, Pemerintah menahan harga BBM. Sementara sekarang, BBM sudah naik, yang bisa memicu penurunan daya beli. "Terjadi koreksi pada daya beli dan mengarah pada stagflasi," kata Bhima. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.