Dark/Light Mode

Kasus Bakamla, KPK Tetapkan 3 Tersangka, 1 Lagi Ditangani Pomal

Rabu, 31 Juli 2019 17:25 WIB
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi (backbone coastal surveillance system/BCSS) pada Bakamla Tahun Anggaran 2016.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus suap pengadaan satellite monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Tahun Anggaran 2016. Tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Leni Marlina, Anggota ULP Juli Amar Maruf, dan Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka lantaran merugikan negara hingga Rp 54 miliar.

“Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup dugaan tindak pidana korupsi, dalam pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi pada Bakamla Tahun 2016," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).

Alex menjelaskan, proses pengadaan BCSS Bakamla ini berbarengan dengan pengadaan satellite monitoring, long range camera beserta tower serta instalasi dan pelatihan untuk personel Bakamla.

Ketiga proyek itu ditandatangani  Bambang Udoyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Bambang sudah divonis 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Militer Jakarta karena terbukti bersalah dalam kasus suap pengadaan satellite monitoring di Bakamla.

Perkara ini berawal ketika pada Tahun Anggaran 2016 terdapat usulan anggaran untuk pengadaan BCSS, yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BSII) sebesar Rp 400 miliar, yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla.

Baca juga : KPK Terus Pertimbangkan Tuntut Bupati Tamzil Dengan Hukuman Mati

Tanpa proses persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ULP Bakamla yang diketuai Leni Marlina memulai proses lelang.

Pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan Lelang Pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp 400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp 399,8 miliar. Kemudian, pada tanggal 16 September 2016, PT CMIT ditetapkan sebagai pemenang dalam pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS.

Pada awal Oktober 2016, terjadi pemotongan anggaran oleh Kemenkeu. Meskipun anggaran yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang.

"Akan tetapi dilakukan negosiasl dalam bentuk Design Review Meeting atau DRM antara pihak Bakamla dan PT CMIT terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan tersebut," papar Alex.

Pada 18 Oktober 2016, kontrak pengadaan ditandatangani Bambang Udoyono sebagai PPK dengan Dirut PT CMIT Rahardjo Pratjihno dengan nilai kontrak Rp 170,57 miliar, termasuk PPN.

"Kontrak tersebut anggarannya bersumber dari APBN-P TA 2016 dan berbentuk lump sum," imbuh eks Hakim Adhoc Pengadilan Tipikor itu.

Leni dan Juli disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga : Menhub Cek Kesiapan Pelabuhan Di Danau Toba

Sementara Bambang Udoyono ditangani oleh POM Angkatan Laut (AL).

"Dikarenakan pada saat menjabat selaku PPK yang bersangkutan adalah anggota TNI AL," beber Alex.

KPK juga berterimakasih kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI karena telah memberikan dukungan dan kerja samanya untuk membongkar kasus ini.

"Koordinasi dan komitmen antar dua Iembaga ini diharapkan terus terjaga demi efektivitas dan efisiensi pemberantasan korupsi di Indonesia," harap Alex yang dalam konferensi pers, didampingi Dirbingakkum Puspomal Kolonel Laut (PM) Totok Safaryanto dan Dasatlak Puspomal Letkol Laut Tuyatman.

Sementara Rahardjo selaku Direktur Utama PT CMIT, rekanan pelaksana pekerjaan CBSS Tahun 2016 disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Komisi antirasuah sangat menyesalkan terjadinya suap pada pengadaan perangkat transportasi Informasi terintegrasi tahun 2016 yang merupakan proyek pada sektor strategis pertahanan dan keamanan negara.

"Korupsi yang terjadi pada sektor pertahanan dan keamanan negara, berakibat melemahkan ketahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia," sesal Alex.

Baca juga : Duh, 150 Pengungsi Tewas Tenggelam Di Laut Mediterania

Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara suap pengadaan satellite monitoring di Bakamla Tahun Anggaran 2016.

Dalam pokok perkara yang diawali tangkap tangan pada 14 Desember 2016, KPK mengamankan Deputi lnformasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, tidak dibacakan, dan dua orang dari pihak swasta, yakni Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.

Pengembangan kasus ini juga membawa PT Merial Esa menjadi korporasl tersangka korupsi dalam suap pengadaan satelit dan drone Bakamla.

Perusahaan itu diduga secara bersama-sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara, terkait dengan proses pembahasan dan Pengesahan RKA K/L dalam APBN-P Tahun Anggaran 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla. [OKT]

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.