Dark/Light Mode

Pro-Kontra Pasal-Pasal Karet KUHP (4) Hukuman Untuk Koruptor Kenapa Diperlemah?

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly: Prinsipnya, Sama Di Mata Hukum...

Rabu, 14 Desember 2022 08:00 WIB
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly. (Foto: Istimewa).
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Pasal berikutnya yang banyak disorot dan menuai banyak protes dari masyarakat terkait pengesahan Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) adalah hukuman pidana bagi koruptor yang dipangkas. Pemotongan hukuman bagi koruptor ini tentu saja bertentangan dengan slogan pemerintah soal gerakan melawan korupsi.

Dalam KUHP baru, ketentuan tentang korupsi tertuang di dalam Pasal 603-606. Dalam Pasal 603, pelaku tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 20 tahun. Dalam KUHP, pelaku tindak pidana korupsi disebut sebagai orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Padahal, di dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pelaku kejahatan yang sama dihukum minimal empat tahun penjara.

Dalam pasal lain, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap hanya diancam pidana minimal satu tahun dan maksimal enam tahun penjara, serta ancaman denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 500 juta. Sedangkan di dalam UU Tipikor, pegawai negeri atau pejabat negara yang menyalahgunakan wewenang, seperti menerima suap, diganjar hukum pidana minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun, serta diancam denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Baca juga : Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar: Ini Penurunan, Efek Jera Tak Akan Tercapai

Kenapa ada pemangkasan hukuman bagi koruptor? Mungkinkah lewat KUHP baru, tindak pidana korupsi dianggap sebagai kejahatan biasa? Berikut wawancara Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dan Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar.

Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly.

KUHP khusunya pasal soal korupsi menuai kritik karena adanya pemangkasan hukuman bagi koruptor. Tanggapan Anda?

Baca juga : Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej: Tidak Dimaksudkan Membungkam Kritik

Dalam UU Tipikor, kalau orang lain ancamannya 4 tahun, tapi kalau pejabat negara 1 tahun. Seharusnya, orang lain lebih rendah dong. Jadi, ancaman minimalnya yang kita bilang diturunkan, hukumannya untuk swasta dari 4 tahun menjadi 2 tahun. Yang pejabat negara dinaikkan dari 1 tahun menjadi 2 tahun. Ini namanya prinsip kesamaan di mata hukum.

Maksud Anda, ancaman hukuman minimal yang dipangkas bagi swasta?

Iya. Ancaman minimal bagi pejabat negara jadi naik. Ancamannya bisa jadi berapa tahun, tergantung faktor-faktor. Banyak faktor. Nanti hakim yang memutuskan. Dalam soal itu, bukan meringankan. Ancaman hukumannya itu kan minimalnya, maksimumnya masih ada.

Baca juga : Hotman Paris, Advokat senior: Ini Fatal Bagi Industri Turis

Anda misalkan berkolaborasi dengan pejabat negara. Masa ancamannya sama atau lebih tinggi, padahal pejabat yang punya power. Kalau hakim melihat, mungkin yang bersangkutan 3 tahun dijatuhi hukuman karena minimal 2 tahun. Sedangkan pejabat publiknya bisa 4 tahun.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.