Dark/Light Mode

Solusi Efektivitas Pengelolaan Keuangan Negara

Dua Regulator APBN Dan APBD Sebabkan Perbedaan Standar Biaya

Rabu, 21 Desember 2022 17:21 WIB
Kepala Seksi Supervisi Teknis Aplikasi, Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Andi Permana Putera. (Foto: Istimewa)
Kepala Seksi Supervisi Teknis Aplikasi, Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Andi Permana Putera. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Perbedaan pertama, ungkapnya, dapat dilihat dari tahapan penyusunan anggaran. Di mana, standar Biaya APBN setiap tahunnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Untuk Tahun Anggaran 2021 Standar Biaya APBN diatur dalam PMK 119/PMK.02/2020 (SBM). Sedangkan standar biaya APBD diatur dalam Perpres Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.

Selanjutnya masing-masing daerah kemudian menyusun Standar Harga Satuannya sendiri-sendiri dengan mengacu pada perpres tersebut.

"Pada SHS Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai contoh misalnya, diatur dalam Pergub Sumatera Barat Nomor 46 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Provinsi Sumatera Barat T.A. 2021," sebutnya.

Baca juga : Demokrat Dan PKS Buktikan Koalisi Perubahan Solid

Sebagai contoh, penetapan standar biaya untuk Honorarium Penyuluh Non PNS, besaran yang ditetapkan dalam PMK 119/PMK.02/2020 untuk penyuluh tingkat SLTA sebesar Rp. 2.100.000, sedangkan besaran yang ditetapkan untuk hal yang sama dalam Pergub Sumatera Barat Nomor 46 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Provinsi Sumatera Barat T.A. 2021 adalah sebesar Rp. 2.485.000.

Nah, perbedaan standar biaya ini dapat berakibat pada kualitas dan jumlah output yang dihasilkan oleh APBN/APBD. Standar Biaya APBD yang ditetapkan oleh masing-masing daerah rata-rata jauh lebih tinggi terutama sebelum ditetapkannya perpres Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional, jika dibandingkan dengan Standar Biaya APBN yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.

Diterangkan, jika asumsinya terdapat satu kegiatan dengan nilai anggaran yang sama di APBN dan APBD (1 banding 1), dengan standar biaya yang lebih tinggi, maka kegiatan dibiayai dengan APBD tersebut akan menghasilkan ouput yang jauh lebih rendah dibandingkan ouput kegiatan yang dihasilkan jika dibiayai melalui APBN.

Baca juga : YLBHI: Penggunaan Kekuatan Berlebihan Sebabkan Banyak Korban Di Kanjuruhan

Hal ini menandakan bahwa perbedaan regulator antara APBN dan APBD akan berakibat pada perbedaan standar biaya yang ditetapkan melalui regulasi masing-masing.

"Sehingga akan berakibat pada ketimpangan kualitas ouput yang dihasilkan antara kegiatan yang dibiayai melalui APBN atau APBD," tuturnya.

Perbedaan kedua dari pengelolaan APBN dan APBD, adalah terkait kodefikasi pada Bagan Akun Standar. Standar Akuntansi yang digunakan oleh Pemerintah Pusat mengacu kepada PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Baca juga : Ini Upaya Pemkab Banjarnegara Tekan Peredaran Minuman Beralkohol

Sedangkan standar akuntansi yang digunakan oleh pemerintah daerah juga mengacu kepada Standar Akuntansi Pemerintahan berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 namun harus mengakomodasi arsitektur Pengelolaan Keuangan Daerah yang dibangun oleh Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019.

Selanjutnya dalam pengelolaan APBN kebijakan pengelolaan akuntansi diturunkan menjadi regulasi teknis yang mengacu pada PMK.22/PMK.05/2022 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat, sedangkan pada Pemerintah Daerah mengacu pada regulasi yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah masing-masing.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.