Dark/Light Mode

Teknologi Incinerator, Solusi Permasalahan Pengolahan Limbah Menuju Indonesia Zero Waste Nation

Kamis, 29 Desember 2022 14:40 WIB
Ilustrasi Incinerator (Foto: PD Karya Mitra Usaha)
Ilustrasi Incinerator (Foto: PD Karya Mitra Usaha)

Seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat yang dibarengi dengan tingginya angka pertumbuhan penduduk, tentunya akan berdampak pada lingkungan. Kualitas lingkungan yang berangsur-angsur turun membuat masyarakat mengalami permasalahan degradasi kehidupan (Ira Wardani, 2009). Di Indonesia, permasalahan yang paling erat dan menjadi tanggung jawab semua orang adalah rendahnya pelayanan publik, khususnya di wilayah perkotaan. Permasalahan pengelolaan sampah yang tak kunjung usai ditambah volume sampah yang kian hari kian meningkat seiring tingginya laju pertumbuhan, masyarakat akan dihadapkan pada permasalahan lahan pembuangan sampah yang semakin berkurang yang akan menjadikan biaya pengelolaan sampah menjadi tinggi ( Ira Wardani, 2009).

Permasalahan pengelolaan sampah ini tidak hanya menjadi masalah domestik, melainkan sudah menjadi permasalahan internasional. Kita dihadapkan pada permasalahan yang pengelolaan sampah yang cukup kompleks, dengan banyaknya gunung sampah yang bermunculan dan tidak dibarengi dengan solusi penanganannya.

Dilansir dari website SIPSN, capaian pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga pada tahun 2022 yang terdiri dari 32 kabupaten/kota se-Indonesia menunjukkan adanya timbunan sampah sebesar 2.845.552,99 ton/tahun dengan besar pengurangan sampah sebanyak 13,56 persen atau 385.742.36 ton/tahun, penanganan sampah sebanyak 50,04 persen atau 1.423.980.11 ton/tahun dengan banyak sampah yang terkelola sebesar 63,6 persen atau setara dengan 1.809.22.47 ton/tahun yang masih terdapat 36,4 persen sampah atau 1.035.830.52 ton/tahun yang tidak terkelola. Dari total sampah itu, mayoritas sampah berasal dari sampah rumah tangga sebesar 51,7 persen yang berupa sampah makanan sebesar 44,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup masyarakat yang kian konsumtif dan tidak dibarengi dengan edukasi terkait sampah yang mana akan menyebabkan banyak permasalahan baik permasalahan lingkungan maupun kesehatan.

Apabila sampah-sampah tersebut tidak dikelola dengan benar dan hanya dibuang langsung ke lingkungan akan mengakibatkan banyak permasalahan antara lain terjadinya pencemaran lingkungan (meliputi udara,tanah, dan sumber air), penularan penyakit, dan juga dampak polutan. Hal ini tentunya menjadi perhatian khusus kita semua karena permasalahan sampah ini akan terus bertambah seiring berjalannya waktu apabila tidak segera ditangani. 

Mayoritas wilayah di Indonesia melakukan pengolahan sampah dengan metode sanitary landfill. Metode ini merupakan sistem pengelolaan sampah dengan dibuang dan ditumpuk di suatu lokasi yang berbentuk cekung yang nantinya akan dipadatkan dan ditimbun dengan tanah. Banyak kelebihan dari metode ini, di antaranya adalah hemat biaya, mampu menampung berbagai jenis sampah, mampu menghasilkan energi listrik, mengurangi pencemaran udara. Namun, di sisi lain dengan metode sanitary landfill akan menyebabkan terjadinya pencemaran sumber air bersih yang diakibatkan oleh cairan kimia yang dihasilkan dari sampah organik, selain itu terjadinya ledakan gas metana yang berasal dari pembusukan sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan ledakan yang berbahaya dan metode ini membutuhkan lahan yang luas sehingga tidak cocok diterapkan pada wilayah yang padat penduduk.

Banyak metode pengolahan sampah yang efektif dan efisien yang dapat diterapkan di Indonesia, namun ada satu metode yang dapat mendukung terciptanya zero waste nation di Indonesia yang menerapkan kosep 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace, dan Replant) yaitu dengan menerapkan teknologi Incinerator atau yang bisa disebut dengan pembakaran sampah, teknologi ini merupakan teknologi pengolahan sampah dengan adanya pembakaran sampah organik, hasil dari sisa pembakaran ini antara lain adalah abu, gas sisa pembakaran (polutan), partikulat, dan panas. Sisa dari pembakaran ini dapat dimanfaatkan kembali dan tidak berdampak langsung pada lingkungan.

Baca juga : Terserap 93.68 Persen, Rights Issue Semen Indonesia Sukses Berat

Teknologi ini sebenarnya sudah banyak diterapkan di rumah sakit dan juga perumahan di beberapa daerah. Teknologi ini juga lebih dulu diterapkan di negara tetangga seperti Jepang dan Singapura sebagai penanganan limbah padat yang dihasilkan (Sri Wahyono, 2004). Dengan teknologi incinerator, kita dapat mengurangi volume sampah hingga 97 persen dan bobot sampah hingga 70 persen dan panas yang dihasilkan dari sisa pembakaran dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Sehingga pada kasus ini sampah dimanfaatkan menjadi energi (waste to energy). dengan teknologi incinerator kita juga dapat menghemat lahan yang tadinya hanya digunakan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pada sistem incinerator, perlu adanya pengelompokan limbah pada menjadi dua jenis diantaranya adalah limbah yang dapat dibakar di incinerator (incinerable waste) atau limbah yang tidak mencemari lingkungan apabila dibakar dan tidak menimbulkan kerusakan alat pembakar. Kemudian limbah yang tidak boleh atau tidak dapat dibakar di incinerator (non-incinerable waste) atau limbah yang dapat menimbulkan polusi dan dapat menimbulkan kerusakan pada alat pembakar. Yang termasuk limbah non-incinerable waste adalah sisa bongkaran bangunan, PVC, limbah kimia, dan lain-lain. Kemudian untuk limbah yang tergolong pada limbah tidak umum akan ditangani secara khusus dan nantinya akan dibuang karena mengandung zat yang beracun dan juga berbahaya, pada tahap ini meliputi pengumpulan, pengangkutan hingga pembuangan, hal ini dilakukan dengan teliti dan juga hati hati guna untuk menjaga keselamatan masyarakat serta lingkungan.

Tahap pengumpulan sampah pada teknologi incinerator ini terdapat tiga metode. Pertama, pengumpulan secara langsung (direct collection) metode ini diterapkan pada lingkup perumahan ataupun pertokoan yang berada pada tanah pribadi yang nantinya truk pengangkut akan datang dari rumah ke rumah (door to door). keduanya, truk pengangkut akan dilengkapi system handling yang dapat menumpahkan sampahnya ke dalam wadah secara otomatis atau juga bisa disebut truk kompaktor. Ketiga, pengumpulan tidak langsung (indirect collection) atau pengumpulan limbah terpusat sistem ini sering diterapkan pada apartemen, pemukiman atau gedung bertingkat. dan yang terakhir terdapat system pneumatik (pneumatic refuse transport system), yang limbah diangkut dengan jaringan pipa yang terdapat dibawah tanah (Sri Wahyono, 2004)..  

Hasil dari pembakaran teknologi incinerator hamper seluruhnya dapat dimanfaatkan kembali salah satunya dijadikan pembangkit listrik. Menurut data tahun 2001, Singapura berhasil membakar 2,55 juta ton sampah dengan 4 incinerator atau sebesar 91 persen dari total yang dihasilkan dan dapat dihasilkan kurang lebih 1,158 juta kWh listrik atau sekita 2 hingga 3 persen total listrik yang dihasilkan Singapura. Selain itu, logam bekas (scrap metal) yang dihasilkan dari pembakaran sebanyak 24.000 ton, dari sini dapat kita lihat bahwa potensi sampah untuk dimanfaatkan Kembali sangat besar dan dapat dijadikan salah satu sumber energi terbarukan.

Pada proses pembakaran sampah atau juga bisa disebut incinerasi, bahan bakar yang digunakan adalah minyak untuk memulai pembakaran sampah melalui ala picu api (burner). Kemudian, apabila temperature furnace mulai stabil, akan terjadi proses pembakaran dengan sendirinya dan penuangan minyak bisa dihentikan. Dari proses pembakaran akan muncul gas buang yang memiliki suhu yang tinggi dan pembakaran akan mengalir melalui tabung boiler yang akan menyerap uap panas yang telah dihasilkan.

Setelah itu gas buang didinginkan hingga dibawah 600 derajat celcius, kemudian melalui alat economizer tub-bundles flue, gas buang didinginkan Kembali hingga menyentuh suhu dibawah 280 derajat ceclcius dan dengan melewati heat exchanger menuju suhu 180 derajat celcius. Dilanjutkan dengan reactor dry lime dan electrostatic prespirator dan juga sistem filter bag yang didesain untuk dapat menghilangkan 85 persen HCL dan 99,5 persen debu gas buang yang berasal dari hasil pembakaran. Limbah abu dari hasil pembakaran dapat dipisahkan dengan magnet dan dapat dijual sebagai scrap sisa abu, selain itu uap panas yang berasal dari boiler dapat diolah menjadi listrik dengan dialirakn ke turbin yang bersatu dengan generator, uap air yang terdapat pada alat akan diembunkan, generator dapat disesuaikan dengan level listrik yang dimiliki pembangkit listrik nasional.

Baca juga : Prodi HI Unas Kupas Perjalanan Politik Luar Negeri Indonesia 2022

Selain limbah yang dapat dimanfaatkan kembali, terdapat juga limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali dan limbah abu sisa pemisahan metal, tetapi limbah sisa ini sudah tidak menimbulkan gas yang bau dan dapat dikatakan stabil karena limbah yang masuk sudah berupa material inert yaitu abu dan juga bongkaran sisa bangunan.

Di sisi lain, ada beberapa dampak lain yang perlu dipertimbangkan antara lain adanya potensi pencemaran lingkungan karena bahan yang mengandung racun seperti substansi dioksin dari gas buang pembakaran, selain itu gas buang juga berpotensi besar untuk membawa CO2 dan menjadi penyebab pemanasan global. Namun, hal ini dapat diatasi dengan melengkapi pengolahan gas buang agar dapat meminimalisir dampak negatif dari gas buang. Selain gas buang terdapat sisa abu sebesar 20 persen dari sampah yang dibakar yang mana memerlukan pengolahan khusus agar tidak menjadi masalah baru (Triaksono Bagus P, 2002). Perencanaan alat incinerator juga harus dipersiapkan matang-matang karena apabila perancangan maupun pengoprasian alat incinerator tidak sempurna dapat membahayakan Kesehatan manusia dan juga lingkungan (Nurhayati, I., 2011).

Teknologi ini akan menjadi inovasi baru dan menjadi jawaban akan permasalahan sampah yang ada di Indonesia dilihat dari keuntungan yang sudah dijelaskan, dengan catatan dapat diimbangi dangan adanya tenaga ahli dan juga dana yang mendukung. Karena, seperti yang kita ketahui pembangunan teknologi incinerator memerlukan dana yang cukup besar dan juga perlu pengawasan dan pengelolaan yang tepat agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi manusia dan lingkungan. Dan tentu juga harus mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berjalan lancar dan dibarengi edukasi terkait pengelolaan sampah.

Daftar Pustaka

Marosin, R., (2004), “Karakteristik Emisi Gas Buang Insinerator Medis Di Rumah Sakit Jiwa Dadi Makassar Sulawesi Selatan”, Unit Pelaksana TeknisLaboratorium Sumber Daya Energi (UPT-LSD

P. Trisaksono Bagus, (2002), Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah Menggunakan Teknologi Incenerartor

Baca juga : Pengamat: Publik Percaya, Mafia Skor Di Liga Indonesia Hambat Prestasi Sepak Bola Indonesia

Gomi Tokuhon, (1995), Japan Society of Waste Treatment, Tokyo.

Sidik, M. A., Herumartono, D. dan Sutanto, H. B. 1985. Tehnologi Pemusnahan Sampah denganIncinerator dan Landfill. Direktorat Riset Operasi Dan Manajemen. Deputi Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jakarta.

Sudrajat H.R., Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006).

Suroso, RP. Walhi Minta Pemprov DKI Keluarkan Pergub Pengolahan Sampah. 2010. www.sanitasi.or.id. (10 September 2011).

Widyatmoko, H, Dr rer.nat dan Moerdjoko Sintorini, MM, MS,Dra (2002), Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkn sampah, Jakarta, Abdi Tandur

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.