Dark/Light Mode

Sidang Dugaan Korupsi Helikopter 101

Bacakan Pleidoi, Penasihat Hukum Tuding JPU KPK Kriminalisasi Terdakwa

Senin, 6 Februari 2023 19:35 WIB
Foto: Bhayu Aji/Rakyat Merdeka.
Foto: Bhayu Aji/Rakyat Merdeka.

 Sebelumnya 
Ia mengatakan, JPU KPK telah berimajinasi karena menyatakan TNI AU kecewa terhadap Helikopter AW-101 yang dianggap tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dalam kontrak pengadaan.

Faktanya, TNI AU telah menerima dan kemudian memperoleh anggaran 'return to service' untuk memperkuat TNI.

"Jika kecewa, tentunya helikopter tersebut akan ditelantarkan dan tidak digunakan," ungkapnya.

Baca juga : Dituntut 15 Tahun Bui, Kuasa Hukum John Irfan Kenway Keberatan

Selain itu menurutnya, saksi Marsma Sudjatmiko pernah menyampaikan keterangannya sebagai saksi dalam sidang bahwa Panglima TNI waktu itu, Gatot Nurmantyo, menyatakan tidak ada kerugian negara dalam pengadaan Helikopter AW-101.

Oleh karena itu Perwira Penyerah Perkara (Papera) TNI AU menghentikan perkara pengadaan Helikopter AW-101. Sementara KPK beranggapan, investigasi/pengawasan dan pemeriksaan khusus di internal TNI hanya formalitas alias bodong.

Dengan demikian Pahrozi menilai, KPK telah mengkriminalisasi terdakwa serta prajurit dan institusi TNI AU. Sebab, tetap melakukan proses hukum terhadap terdakwa dan tidak mengindahkan penghentian penyidikan oleh Papera tersebut.

Baca juga : Menhan Puji Kekompakan TNI dan Rakyat Bangun Kantor Koramil Di Medan

"Atas kenyataan tersebut maka timbul kecurigaan kami bahwa KPK dalam memproses kasus pengadaan Helikopter AW-101 tidak bekerja secara profesional, jujur dan adil. KPK bekerja tidak lain karena ada suatu pesanan dari pihak-pihak tertentu. Kami memang tidak dapat menunjuk pihak-pihak tertentu yang mengendalikan KPK tersebut, tetapi kami merasakan hal itu sebagaimana fakta-fakta hukum yang diuraikan di atas," tandasnya.

Sebelumnya diketahui, Irfan Kurnia Saleh dituntut 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Jaksa juga membebankan pidana tambahan kepada Irfan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 177.712.972.054,60.

Uang itu harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, bila tidak maka harta bendanya akan disita dan dirampas negara untuk menutupinya. Jika tidak memiliki harta benda atau nilainya tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara selama 5 tahun. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.