Dark/Light Mode

Tak Berdasar, Food Estate Disebut Proyek Kejahatan Lingkungan

Rabu, 16 Agustus 2023 21:47 WIB
Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono. (Foto: Istimewa)
Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai, tudingan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tak berdasar.

Catatan yang ia miliki, jumlah luas hutan di Indonesia mencapai 125,8 juta hektar. Artinya, luas lahan yang difungsikan untuk ketahanan pangan relatif sangat kecil.

Bahkan jika dibandingkan dengan luas hutan yang ada di Kalimantan Tengah sekalipun, yakni 10,3 juta hektar.

BHS mengingatkan bahwa hutan yang digarap untuk kelapa sawit tembus 15 juta hektar. Adapun hutan yang sempat rusak akibat terbakar pada 2015 sekitar 2,61 juta hektar.

Baca juga : Tumbuh 5,17 Persen, Ekonomi Indonesia Di Atas AS Dan Singapura

Begitu pula hutan produktif yang digunakan untuk penambangan batu bara dengan produksi 687 juta ton per tahun.

"Jadi sudah berapa ratus ribu, atau juta hektar hutan yang dibabat akibat penambangan batu bara tersebut," ungkap mantan anggota DPR periode 2014-2019 ini kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/8).

BHS menyindir, Hasto tak pernah bereaksi ketika puluhan juta hektar hutan rusak. Justru, ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggalakkan Program Ketahanan Pangan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) malah dikritik.

"Sangat ironi. Kenapa ketahanan pangan yang diusahakan Pak Jokowi dengan Kementan sebagai leading sector dan Kemenhan membantu utama mensukseskan program ini di lahan singkong sebesar 600 hektat sudah dikritisi keras oleh Pak Hasto," tanya BHS.

Baca juga : Tak Anggap Teror, Alexander Marwata Sebut Karangan Bunga Tetangga Bentuk Dukungan

Lagipula, untuk membuka lahan baru, butuh proses penyeimbangan kondisi hara tanah dengan melakukan pengolahan. Tujuannya, agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai lahan produksi pertanian alias lahan hijau.

BHS lantas menyontohkan sejumlah food estate yang berhasil. Seperti daerah Kerom di Papua dengan luas 10 hektar yang menghasilkan jagung raksasa dan berhasil diekspor.

Kemudian di Timika dengan luas 4,7 juta hektar, dengan produksi 40 ton sagu per hektar.

"Hasilnya untuk dikonsumsi masyarakat dan sebagian diekspor. Dan Merauke menghasilkan beras yang dikonsumsi sebagian oleh negara Papua Nugini dan sebagian lagi dikonsumsi oleh masyarakat Papua," jelas Ketua Harian Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur ini.

Baca juga : Di G20 India, Menteri Siti Paparkan Solusi Perubahan Iklim Dan Soal Lingkungan

Dari sejumlah contoh tersebut, jelas bahwa food estate diharapkan bisa mengatasi kriris pangan yang saat ini sering dikhawatirkan Pemerintah. Terutama yang sedang melanda di beberapa negara di dunia.

"Dan diharapkan juga semua wilayah Indonesia harus mempunyai lumbung-lumbung pangan, agar terjadi kemudahan dan pemerataan pangan di seluruh Indonesia," pungkas BHS.

Sebelumnya, Hasto menyebut bahwa food estate yang saat ini dikerjakan Pemerintah merupakan bagian dari kejahatan lingkungan.

Hal ini diungkapkan Hasto ketika dimintai tanggapan soal dugaan aliran dana kejahatan lingkungan sedikitnya Rp 1 triliun masuk ke partai politik untuk pembiayaan Pemilu 2024.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.