Dark/Light Mode

Korban Luka Tsunami Harus Bayar 17 Juta

Astagfirullah... Kok Gitu Ya Kenyataannya

Sabtu, 5 Januari 2019 12:21 WIB
(Foto: Istimewa)
(Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Luka bekas tsunami belum mengering. Trauma dengan suara gemuruh ombak juga belum sepenuhnya hilang. Tapi, korban tsunami di Banten dan Lampung harus dipusingkan lagi dengan urusan biaya rumah sakit.

Padahal, pemerintah melalui Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita sudah menegaskan bahwa perawatan korban luka-luka akibat tsunami gratis. Tak tanggung-tanggung, biaya yang dibebankan kepada korban tsunami di Rumah Sakit di Cilegon pun hingga belasan juta rupiah. Sungguh terlalu. 

Adanya pungutan biaya rumah sakit hingga 17 juta rupiah ini diungkapkan Muginarto kepada wartawan di rumahnya, kemarin. Mugiharto ini adalah orang tua dari Navis Humam (8) yang menjadi korban tsunami dengan kategori luka berat. Anaknya menjadi korban tsunami saat berlibur di Vila Mutiara, Carita, 22 Desember 2018. 

Sambil memperlihatkan beberapa kuitansi rumah sakit, Muginarto bercerita kronologisnya. Sehari setelah diterjang tsunami, Navis Humam dirawat di RS Berkah Pandeglang. Namun oleh RS Berkah, korban dirujuk ke RS di Cilegon untuk mendapatkan perawatan berupa operasi di siku dan bahu. “Hari Minggu sore ketemunya di RSUD Pandeglang, dirujuk ke (RS di Cilegon), cuma waktu rujukan nggak dilampirin surat rujukan daftar umumnya,” kata Muginarto kepada wartawan di Lingkingan Ramanuju, Citangkil, Kota Cilegon.

Setelah berada di rumah sakit, Navis mendapatkan perawatan kurang lebih tujuh hari. Kondisinya semakin membaik. Pihak rumah sakit pun membolehkan Navis pulang. 

Baca juga : KPK Kembali Panggil Aher

Mendapatkan kabar itu, Muginarto tentunya senang dan gembira. Tapi, nyatanya kegembiraan itu hanya berlaku sebentar saja, karena pas hendak pulang diminta membayar biaya perawatan dan operasi senilai Rp 17 juta.

Dengan kondisi tidak ada uang, Muginarto tetap berusaha untuk membayar seadanya dulu. Uang yang ada di tangan sebesar 5 juta rupiah, lalu ditambah dengan BPJS Rp 2.900.000. Sisa pembayaran yang harus dilunasi sekitar Rp 10 juta.

Karena tidak ada dana lagi, Muginarto berharap tagihan uang rumah sakit atas biaya anaknya dibayarkan pemerintah. “Pengennya ya ada bantuan dari pemerintah biayanya,” ujarnya. 

Sementara itu, Plt Wali Kota Cilegon, Edi Ariadi, mengaku belum mengetahui perihal kasus tagihan terhadap korban tsunami tersebut. Edi tak mau berkomentar banyak lantaran tak tahu permasalahannya. “Kata siapa? Nanti saya kroscek dulu ke PMI ya, saya cek tanya dulu,” kata Edi kepada wartawan, Jumat (4/1). 

Edi mengaku belum mendengar kabar ini. Ia pun enggan menanggapinya lantaran belum menerima laporan tersebut. Meski demikian, biaya perawatan korban tsunami seharusnya gratis tanpa ada pungutan atau tagihan. 

Baca juga : Terobosan Penting Pidana Korporasi Bagi KPK

“Saya nanti konfirmasi dulu, belum denger saya. Ya (harusnya gratis) kan itu bencana. Saya mau konfirmasi dulu. Masih simpang siur, nanti dicek dulu sekarang,”   ujarnya. 

Sikap rumah sakit yang membebani korban tsunami dengan jumlah belasan juta itu tentu saja membuat warganet berang. Pasalnya, korban tsunami ini sedang berduka dan susah tetapi ‘dipalaki’ juga. “Tega bener yaa,” ungkap Mantapmania di kolom komentar detik.com. 

Piano Poker menilai, manajemen rumah sakit yang membebani korban tsunami tidak mempunyai perasaan dan hati nurani. “Kok kayak gak ada hatinya gitu yah,” dia mempertanyakan kemudian ditimpali Warih Tjahjono. “Astagfirullah, kok gitu ya kenyataannya?” katanya.

Yud_ind mengatakan, kebijakan pemerintah sudah jelas, korban luka-luka akibat tsunami gratis. “Nah katanya gratis, kok masih ada biaya yang harus ditanggung korban bencana begini ? Jangan awalnya peduli tapi setelahnya dibiarin.

”Melihat ada keanehan, AirmataHaru mendesak dilakukan audit atau pihak Kepolisian mengusut kasus ini. “Usut dah. Jangan didiemin,” pintanya. Sebab, kata Deden di  Lampung Selatan saja baik perawat dan dokternya tidak ada yang berani memungut biaya korban tsunami.

Baca juga : Pak Tito, Janjimu Mana?

Sementara Yohanes Febrian menduga adanya praktik ‘palak’ ini karena pemerintah setempat benar-benar apatis terhadap para korban tsunami. Karena itu, Iqbal Nazili mendesak pemerintah memberikan perhatian besar terkait masalah ini. Masa kena musibah besar masih ditodong lagi. 

Alvito Alonso mengingatkan kepada pemerintah daerah jangan banyak tidur ketika rakyatnya sedang mengalami musibah. “Jangan molor euy. Bangun-bangun lihat itu warganya yang lagi kena musibah tsunami,” pintanya. 

Berikutnya, Borneo2011 melihat koordinasi antara pemerintah dan rumah sakit amburadul dan tidak transparan. “Gue heran sama Indonesia ini. Apa-apa semuanya serba amburadul, komunikasinya gimana?? Kasihan sama masyarakat yang belum paham dan tidak ada dana. Beginilah potret negeri ini... Serba amburadul..!!”

Sama, Maydef memprediksi masalah biaya korban tsunami ini karena pejabat dengan petugas di lapangan tidak ada komunikasi. 

“Miris, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah jelas-jelas korban tsunami bawa rujukan, masih diperas. Kalau direkturnya bilang ga tau, masa sih Pak gak ada   sosialisasi ke bawahan. Kalau memang udah gak mampu bina anak buah, saran saya bapak mundur aja dari jabatan sekarang,” usul Plenyun Plenyun. [REN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.