Dark/Light Mode

Ketua MK Didesak Segera Sahkan Majelis Kehormatan

Rabu, 18 Oktober 2023 16:33 WIB
Foto: Ist
Foto: Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mendesak Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) segera dibentuk.

Feri menduga, MKMK tak kunjung disahkan akibat adanya intervensi ketua MK Anwar Usman.

Hal tersebut disampaikan Feri merespons putusan MK yang berpeluang membuat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres di Pilpres 2024. 

"Faktornya masih di tangan ketua MK. Dia enggan menandatangani nama-nama yang sudah disepakati sebagai MKMK," kata Feri, Rabu (18/10/2023).

Feri menduga, Anwar Usman berupaya menyelamatkan dirinya dari sidang etik dengan memolorkan pembentukan MKMK.

Lewat cara inilah menurut Feri, Anwar Usman bakal lolos dari jeratan sanksi etik hingga pensiun.

Baca juga : Putusan MK Dinilai Kemenangan Kepemimpinan Muda Berprestasi

"Jadi bukan tidak mungkin ini cara ketua MK menyelamatkan diri sendiri agar kemudian dia tidak bermasalah secara etik," tutur Feri.

Feri menegaskan, hakim MK mestinya siap menerima kritik termasuk dilaporkan secara etik ke MKMK atas dugaan pelanggaran etik.

Tapi lantaran MKMK tak disahkan, berbagai laporan menyasar hakim MK terus menguap.

"Ini jelas sebagai upaya menghindari berbagai pelaporan pelanggaran etik hakim MK menjadi kandas," ucap Feri.

Atas kuatnya dugaan pelanggaran etik Anwar Usman dalam putusan batas usia Capres/Cawapres, Feri berencana melaporkannya.

Namun Feri belum menyebut secara pasti kapan dan kemana laporan itu ditujukan.

Baca juga : Di Tengah MK Bacakan Putusan, Mega Bicara Kesetiaan

"Tunggu saja ya. Teman-teman masyarakat sipil sedang mempertimbangkan itu," beber Feri.

Dari info yang dikumpulkan MK sebenarnya telah membentuk MKMK. Kabarnya, mantan Ketua MK pertama Jimly Asshiddiqie dan Bintan R Saragih yang pernah menjadi anggota Dewan Etik MK periode 2017-2020 akan mengisi MKMK.

Namun keputusan yang sudah diketok dalam rapat permusyawaratan hakim itu tak kunjung ditandatangani oleh Anwar Usman.

Sayangnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono maupun Prof Jimly tak bersedia dikonfirmasi mengenai hal ini.

Pembentukan MKMK permanen termasuk perintah dari MKMK ad hoc yang diketuai eks hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna.

MKMK ad hoc dibentuk khusus menangani kasus dugaan pelanggaran etik hakim MK Guntur Hamzah saja.

Baca juga : MK Izinkan Kepala Daerah Belum 40 Tahun Maju Pilpres, Golkar Menghormati

Sebelumnya, MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).

Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A.

Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran itu tetap diketok, meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.

"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023).

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Anwar.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.