Dark/Light Mode

Ketiga Kali, KPK Panggil Lagi Wakil Ketua Dewan Syuro PKB

Senin, 3 Februari 2020 11:00 WIB
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri (Foto: Tedy Kroen/RM)
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri (Foto: Tedy Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Ghofur, dalam kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.

Abdul Ghofur diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hong Artha John Alfred, Direktur atau Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group).

"Yang bersangkutan, diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HA," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Senin (3/2).

Ini kali ketiga, penyidik komisi antirasuah memanggil Abdul Ghofur yang ditulis di jadwal pemeriksaan sebagai "guru".

Dalam dua panggilan sebelumnya, yakni 25 November 2019 dan 28 Januari lalu, Ghofur juga tak hadir tanpa keterangan alias mangkir.

KPK belakangan getol memanggil dan memeriksa sejumlah politikus, terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satunya Wakil Gubernur Lampung yang juga politik PKB, Chusnunia Chalim alias Nunik, yang dipanggil dan diperiksa pada Rabu, 13 November 2019.

Baca juga : PSM Makassar Jadi Wakil Kedua Indonesia di Piala AFC

Selain itu, pada 30 September 2019, tim penyidik memeriksa tiga politikus PKB, Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.

Kemudian, pada Rabu (29/1), penyidik memanggil Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Cak Imin memenuhi panggilan setelah sebelumnya mangkir pada panggilan pertama, 19 November lalu. Diperiksa 3,5 jam, Cak Imin mengaku tak terlibat dalam kasus itu.

Dia juga mengklaim tak ada uang yang mengalir ke PKB. Soal aliran dana ke PKB memang menjadi fokus KPK saat memeriksa Cak Imin.

Ali Fikri menyebut, penyidik mendalami perihal surat Justice Collaborator (JC) mantan politikus PKB Musa Zainudin. Yang isinya soal aliran dana ke sejumlah elite PKB.

Ia menuturkan uang senilai Rp 6 miliar diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB saat itu, Jazilul Fawaid, di kompleks rumah dinas Jazilul.

Baca juga : KPK Garap Wakil Ketua Dewan Syuro PKB Abdul Ghofur

Setelah menyerahkan uang, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB, Helmy Faishal Zaini. Ia meminta Helmy menyampaikan pesan ke Cak Imin, uang Rp 6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.

Selama masa sidang, Musa mengaku menutupi peran rekan-rekannya karena menerima instruksi langsung dari dua petinggi partai.

Instruksi itu menyebut, Cak Imin berpesan agar kasus itu berhenti di Musa. Artinya, Musa diperintahkan berbohong.

"Seputar fakta-fakta itu, tentunya yang kami gali dari seluruh saksi-saksi yang kami hadirkan terkait dengan perkara tersangka Pak HA (Hong Artha) ini," ujar Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (29/1).

Dalam perkara ini, Musa telah divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 7 miliar dan pencabutan hak politik selama tiga tahun setelah menjalani masa hukuman pokok.

Dalam kasus ini, Hong diduga menyuap sejumlah pihak antara lain Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary serta Anggota DPR Damayanti, terkait pekerjaan proyek infrastruktur Kementerian PUPR.

Baca juga : Hasil RUPS, Wakil Ketua PSSI Jadi Direktur PT LIB

Hong adalah tersangka ke-12 dalam kasus ini. Sebelumnya, KPK telah menetapkan 11 tersangka lainnya.

Mereka adalah Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir (AKH), Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary (AHM). Kemudian, komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng (SKS), Julia Prasetyarini (JUL) dari unsur swasta, Dessy A Edwin (DES) sebagai ibu rumah tangga.

Ada juga lima anggota Komisi V DPR RI seperti Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, Yudi Widiana Adia, serta Bupati Halmahera Timur 2016-2021 Rudi Erawan.

Perkara tersebut bermula dari tertangkap tangannya anggota Komisi V DPR RI periode 2014 2019 Damayanti Wisnu Putranti bersama tiga orang lainnya di Jakarta, pada 13 Januari 2016, dengan barang bukti total sekitar 99 ribu dolar AS.

Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen total suap pengamanan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.