Dark/Light Mode

MUI: Rentan Corona, Jakarta Masuk Kawasan Boleh Tidak Shalat Jumat

Jumat, 3 April 2020 12:23 WIB
Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid. (Foto: Antara)
Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - DKI Jakarta merupakan kawasan yang rentan penyebaran Covid-19. Terlebih, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah memperpanjang masa status tanggap darurat Covid-19 di ibu kota, dari semula yang semula berakhir pada 5 April (23 Maret - 5 April 2020) menjadi sampai 19 April 2020.

Dalam kondisi ini, umat Islam di Jakarta boleh tidak Jumatan dan menggantinya dengan shalat Dzuhur.

Hal ini ditegaskan dalam ketentuan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagaimana disampaikan Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta, Jumat (3/4).

"Jika di suatu kawasan penyebaran COVID-19 tinggi atau sangat tinggi, maka boleh tidak shalat Jumat dan diganti dengan shalat Dzuhur. Jakarta masuk kriteria itu," katanya di Jakarta, Jumat (3/4).

Baca juga : 3,6 Juta Warga Jakarta Yang Terdampak Corona Dapat Bansos

Zainut menyebut, Komisi Fatwa MUI mengeluarkan tiga kategori status shalat Jumat di masa wabah Covid-19.

Pertama, ketika di suatu kawasan tingkat penyebaran Covid-19 terkendali, maka umat Islam wajib melaksanakan shalat Jumat.

Kedua, jika di suatu kawasan penyebaran Covid-19 tidak terkendali bahkan mengancam jiwa, maka umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat, dan menggantinya dengan shalat Dzuhur.

Ketiga, apabila di suatu kawasan yang potensi penyebarannya tinggi atau sangat tinggi  - berdasarkan ketetapan oleh pihak yang berwenang -, umat Islam boleh tidak menyelenggarakan shalat Jumat dan menggantinya dengan shalat Dzuhur.

Baca juga : Karena Corona, Perusahaan Alih Daya Surati Jokowi

"Dalam hal ini, DKI Jakarta masuk dalam kriteria ketiga, yaitu daerah dengan ancaman tinggi dari Covid-19. Selain itu, juga ada penetapan pihak berwenang mengenai status penyebaran Covid-19," tandas Zainut.

Komisi Fatwa MUI juga menyatakan, boleh tidak shalat Jumat tiga kali berturut-turut, karena suatu daerah rawan wabah Covid-19 yang mudah menular dalam kerumunan.

Meninggalkan Jumatan dan menggantinya dengan shalat Dzhuhur, kata dia, dilakukan ketika ada udzur seperti sakit, safar (perjalanan) atau udzur lainnya. Misalnya, adanya ancaman bahaya terhadap keselamatan jiwa seperti wabah Corona.

Menurutnya, banyak perbedaan pendapat dalam memahami hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Thabrani dengan bunyi "Siapa yang mendengar adzan Jumatan tiga kali, kemudian dia tidak menghadirinya, maka ia dicatat sebagai orang munafik."

Baca juga : Ilmuwan China: Tak Pakai Masker Adalah Kesalahan Besar di AS dan Eropa

"Ancaman hadits tersebut berlaku bagi orang yang meninggalkan Jumatan tanpa udzur. Sedangkan orang yang memiliki udzur tidak melaksanakan shalat Jumat, maka dia tidak masuk dalam kategori yang disebutkan dalam hadits tersebut," pungkasnya. [SRI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.