Dark/Light Mode

Di Dunia Maya

Bintang Jokowi Mulai Meredup

Senin, 27 April 2020 04:33 WIB
Presiden Joko Widodo. (Foto: Jokowi)
Presiden Joko Widodo. (Foto: Jokowi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi virus corona ikut mempengaruhi bintang terang Presiden Jokowi di dunia maya. Di medsos, bintang Jokowi sekarang mulai meredup.

Hal ini diketahui dari hasil instrumen machine learning INDEF yang merekam percapakan tentang individu-individu pejabat dan jajaran pemerintah di medsos. Rekaman itu dilakukan pada 27 Maret hingga 25 April 2020.

Dari total 248 ribu percakapan tentang isu Covid-19, terjaring sekitar 22.574 percakapan tentang Presiden Jokowi. "Dari analisis sentimen, sekitar 68 persen sentimennya negatif," ujar Peneliti Indef, Datalyst Center, Imam Maulana, dalam Webinar online, kemarin.

Baca juga : Jaga Daya Beli, Pembangunan Irigasi Di Desa Mau Dipercepat

Di periode yang sama, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mendapatkan sentimen negatif sebesar 79 persen dengan total 2.384 perbincangan. Sedangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dapat 81 persen sentimen negatif, atau sebanyak 6.895 perbincangan. Pejabat yang paling banyak dibanjiri sentimen negatif adalah Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. "Total ada 1.167 perbincangan atau sebesar 86 persen (sentimen negatif)," ungkapnya.

Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah juga direspons negatif oleh warganet. Misalnya, pemberian Kartu Pra-Kerja, Perppu Corona, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, hingga perbedaan istilah pulang kampug dan mudik.

Untuk PSBB, sentimen yang muncul yaitu 79 persen negatif. Mayoritas perbincangan adalah darurat sipil tidak relevan, lepas tangan pemerintah untuk kebutuhan hidup, hingga PSBB tidak efektif.

Baca juga : Rupiah Masih Sempoyongan, Tapi Inflasi Terkendali

Kemudian, program Kartu Pra-Kerja mendapat 81 persen sentimen negatif. Ada pula, program jaring pengaman sosial dengan 56 persen sentimen negatif dan aturan khusus penghinaan presiden dengan 89 persen sentimen negatif.

Wakil Direktur INDEF, Eko Listiyanto, sepakat dengan riset itu. Ia mengatakan, Kartu Pra-Kerja memang bukan berarti tak dibutuhkan sama sekali. Namun, prakerja untuk kondisi saat ini dirasa kurang tepat. Terutama kelas online, apalagi ada konflik kepentingan yang mencuat. "Masyarakat di sosmed, banyak negatif responsnya. Kalau yang komponennya bansos, bisa jadi solusi jangka pendek bertahan hidup," ungkapnya.

Eko menambahkan, melalui riset perspektif publik ini, pemerintah bisa merefleksikan langkah-langkah efektif agar Kartu Pra-Kerja bisa lebih diterima, dan lebih bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini untuk memperbaiki citra dan sentimen yang terjadi. "Makanya, perlu penguatan konsep implementasinya," sebutnya.

Baca juga : Jokowi Minta Mendag Turun Ke Lapangan

Dihubungi terpisah, pegiat media sosial Ismail Fahmi mengatakan, leader dari seorang Presiden tidak muncul di kondisi saat ini. Imbauan yang kerap disampaikan Jokowi selalu berubah-ubah. Atas hal itu, dia melihat publik, utamanya di medsos, tidak lagi percaya apa yang disampaikan Jokowi.

"Misalnya yang paling jelas soal boleh mudik, lalu mudik tidak boleh. Jadi, sekali saja orang tidak percaya berikutnya akan susah mengambil kepercayaan publik," kata Ismail, kemarin. [BCG/UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.