Dark/Light Mode

Kasus Korupsi Pengelolaan Investasi Jiwasraya

Eks Komisaris Sebut Direksi Gali Lubang Tutup Lubang

Minggu, 12 Juli 2020 06:04 WIB
Kasus Korupsi Pengelolaan Investasi Jiwasraya Eks Komisaris Sebut Direksi Gali Lubang Tutup Lubang

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Komisaris Utama PT Asuransi Jiwasraya Djonny Wiguna mengungkapkan, sejak 2014 direksi tidak pernah transparan mengenai bisnis perusahaan.

Menurutnya, direksi seharusnya bersikap terbuka kepada dewan komisaris mengenai penjualan produk asuransi maupun pengelolaan dana hasil penjualan tersebut.

“Nah transparansi itu sejak tahun 2014 tidak ada. Kami tidak lagi memperoleh data-data di dalam hal-hal penting terutama investasi,” ungkap Djonny.

Djonny dihadirkan sebagai saksi sidang perkara mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo serta mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Djonny menuturkan, sejak Jiwasraya lolos dari kebangkrutan direksi justru membatasi informasi mengenai aksi korporasi. Padahal, keterbukaan menjadi bagian dari Good Corporate Governance (GCG).

Hal-hal yang ditutupi mengenai penggunaan dana hasil penjualan produk asuransi untuk membeli saham dan reksadana. Akibat ditutup-tutupi, komisaris tidak bisa memberikan laporan pertanggungjawaban kepada pemegang saham, yakni pemerintah.

Baca juga : Perusahaan Berumur 1 Tahun Dipercaya Kelola Rp 1,9 Triliun

“Akibat transparansi tidak ada, akuntabilitas tidak dapat diperoleh. Akibatnya responsibilitas ngambang,” ucap Djonny.

Menurutnya, laporan keuangan ini penting karena dana yang dipakai membeli saham dan reksadana adalah milik pemegang polis asuransi. Lantaran itu perusahaan harus mendapatkan untung dari investasi ini.

“Itu bagian daripada penggunaan dana pemegang polis yang kita perjanjikan sekian rupiah. Kita harus mengelola dana tersebut ke dana investasi, supaya memperoleh nilai tambah,” katanya.

Direksi menawarkan produk asuransi berupa saving plan kepada nasabah dengan nilai bunga yang cukup besar.

“Apa yang dijanjikan di saving plan itu tingkat bunganya 11 sampai 12 persen. Padahal yang diperjanjikan kepada pemegang polis itu hanya dibawah 7 persen, artinya ada bolong. Ada suatu miss yang diperjanjikan,” ungkap Djonny.

“Nah itu terjadi dari tahun ke tahun tambah lama tambah besar. Sehingga kesulitan dari direksi yang akan menggantikan direksi itu akan jadi bermasalah karena dia gali lubang tutup lubang,” sebutnya.

Baca juga : Kembalikan Duit Rp 77 Miliar, Penyidikan PT SAM Jalan Terus

Kondisi keuangan yang tambal sulam itu, lanjut Djonny, semakin memburuk dengan kelakuan direksi yang melakukan investasi pada saham-saham gorengan.

“Di sinilah persoalan besar Jiwasraya. Di satu sisi bahwa diperjanjikan polisnya dengan nilai tingkat bunga yang tinggi, tetapi return daripada investasi itu dengan permainan di dalam manajer investasi reksadana dan sebagainya,” kata Djonny.

Jaksa pun mengorek ke mana duit Jiwasraya diinvestasikan. Djonny berdalih tidak tahu lantaran sejak 2014 tidak mendapat laporan dari direksi. Djonny justru tahu investasi Jiwasraya dari pemberitaan.

Disebutkan direksi Jiwasraya melakukan investasi pada sahamsaham yang tidak layak dibeli. Parahnya lagi, saham yang telah dibeli itu tidak laku dijual di pasar modal.

“Sehingga direksi yang baru tidak bisa menjual. Kalau dijual (saham) itu turun harganya. Itulah yang terjadi setelah direksi pergi diganti yang baru tidak bisa menjual saham-saham yang di dalam manajer investasi itu, ternyata saham-sahamnya jelek semua,” katanya.

Djonny mencontohkan saham goreng yang dibeli adalah saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) dan PT SMR Utama Tbk (SMRU). Selain membeli saham gorengan, menurut Djonny, direksi membeli reksadana melalui manajer investasi yang tidak kompeten.

Baca juga : Tiga Bos PT DI Diperiksa KPK

Ia menyebut di antaranya Millennium Management Capital dan Insolvent Investama.

“Menurut saya tidak profesional karena modal kerja bersih cuma Rp 25 miliar. Kalau mereka serius mau jual-beli itu yang terkenal MI-nya seharusnya modal kerja bersihnya Rp500 miliar atau lebih. Sehingga kalau terjadi apa-apa terhadap likuiditas atau pemilik reksadana mau ambil,bisa mereka talangin dulu. Ini tidak,” kata Djonny.

Tata kelola keuangan yang buruk serta dan terbatasnya informasi kepada dewan komisaris, membuat pergantian direksi tidak bisa menyelesaikan persoalan lama. Hasil audit diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Jiwasraya 2015 dan 2016, menemukan indikasi kerugian negara mencapai triliunan rupiah.

“Itu yang menyebabkan direksi yang baru kesulitan sampai akhirnya BPK dua kali mengaudit kami pada tahun 2015 dan 2016 dan menyatakan kerugian sebesar yang dibaca (dalam dakwaan),” kata Djonny.

Mantan direksi Jiwasraya diadili karena kongkalikong dalam pengelolaan investasi dengan pemilik PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Perbuatan mereka menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 16,81 triliun —berdasarkan hasil audit BPK. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.