Dark/Light Mode

Pengacara Tommy Sumardi Beberkan Isi BAP

Jenderal Napoleon Pernah Diajak Bertemu Bamsoet

Jumat, 27 November 2020 06:55 WIB
Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte diperiksa soal kasus suap  penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte diperiksa soal kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.

RM.id  Rakyat Merdeka - Lagi, nama politisi Partai Golkar disebut dalam sidang suap penghapusan red notice.

Kali ini Bambang Soesatyo atau Bamsoet yang sekarang menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Pada sidang ini, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri dihadirkan sebagai saksi.

Tim Penasihat Hukum terdakwa, Tommy Sumardi menyinggung isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 12 Agustus 2020 nomor 18.

Napoleon memberikan keterangan soal pertemuan pertama dengan Tommy.

Tommy datang ke kantor Napoleon di lantai 11 Gedung Trans Nasional Crime Center (TNCC) Mabes Polri pada, 11 April 2020.

Ia didampingi Brigadir Jenderal Polisi, Prasetijo Utomo, Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Karo Korwas PPNS) Bareskrim Polri.

Prasetijo memperkenalkan Tommy sebagai “orangnya Bapak” kepada Napoleon.

“Saya tanya, Bapak siapa? Jawabannya, ‘Ya, Bapak’. Saya tanya lagi siapa Bapak? Dia (Prasetijo) menyebut Ketua MPR, Bambang Soesatyo,” kata Dion Pongkor, Penasihat Hukum Tommy, membacakan BAP Napoleon.

Masih menurut keterangan di BAP, Napoleon pernah diajak Prasetijo ke rumah dinas politisi Golkar itu di kompleks Widya Chandra.

Baca juga : Bertahan Di Tengah Pandemi, Kementan Apresiasi Peternak Sapi Perah Di Jakarta

“Bertemu langsung dengan Bambang Soesatyo. Di situ saya melihat Brigjen Pol Prasetijo Utomo dengan Bambang Soesatyo sangat dekat,” kata Dion, kembali mengutip isi BAP Napoleon.

Prasetijo menyinggung nama Bamsoet agar Napoleon membantu Tommy untuk mengecek status red notice Djoko Tjandra.

“Yang lebih memberikan keyakinan kepada saya bahwa Brigjen Prasetijo dan Haji Tommy membawa misi dengan persetujuan atau permintaan Bambang Soesatyo pada pertemuan kedua,” kata pengacara, masih mengutip isi BAP Napoleon.

Tim Penasihat Hukum Tommy membacakan isi BAP Napoleon, lantaran jenderal bintang dua itu hanya menyinggung Kepala Bareskrim dan politisi Golkar, Azis Syamsuddin di sidang ini.

Napoleon berdalih, keterangan mengenai Bamsoet itu telah dicabut. Ia merasa tidak ada kaitan dengan kasus ini. Majelis Hakim pun bereaksi mendengar dalih ini.

“Pada waktu awal saudara saksi menjelaskan ke penuntut umum bukan Bambang Soesatyo, tapi Azis Syamsuddin. Bagaimana itu,” cecar hakim.“Itu betul Yang Mulia, semuanya betul,” jawab Napoleon.

Sebelumnya, Napoleon menuturkan Tommy sempat membawa-bawa nama Kepala Bareskrim, Komisaris Listyo Sigit Prabowo ketika bertemu.

Tommy menawarkan Napoleon berbicara langsung dengan Listyo. Namun Napoleon menolak.

Tommy kemudian menelepon Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin. Merasa kenal, Napoleon bersedia berbicara politisi Golkar itu.

“Pak Azis, saya sampaikan ini di hadapan saya ada datang Pak Haji Tommy Sumardi, dengan maksud tujuan ingin mengecek status red notice. Mohon petunjuk dan arahan Pak,” tutur Napoleon.

Baca juga : 33 Pengprov Siap Hadiri Munas Pertina Di Labuan Bajo

Menurut Napoleon, Azis meminta agar permohonan Tommy dibantu. Usai berbicara dengan Azis, Napoleon menyampaikan kepada Tommy, bahwa permintaan informasi status red notice tidak bisa disampaikan secara lisan.

Harus melalui surat. Surat itu harus mendapat mandat dari pengacara atau pun pihak keluarga Djoko Tjandra.

“Saya butuh surat sebagai dasar saya, rujukan saya,” kata Napoleon. Tommy kemudian pamit ke¬luar dari ruang kerja Napoleon untuk menyediakan surat itu. Pada 16 April 2020, Tommy kembali menemui Napoleon membawa surat yang diminta.

Surat setebal 9 halaman itu ditandatangani Anna Boentaran, istri Djoko Tjandra. “Akan saya tindak lanjuti prosesnya. Nanti akan ada pem¬beritahuan. Kemudian terdakwa pulang,” kata Napoleon.

Salahi Aturan

Pada sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan Kepala Bagian Kejahatan Internasional Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Komisaris Besar Tommy Aria Dwianto.

Perwira menengah itu mengungkapkan, Napoleon melalui sekretaris pribadinya pernah menyerahkan surat dari Anna Boentaran. Tebalnya 9 halaman, berisi permohonan penghapusan status red noticeDjoko Tjandra.

“Karena cuma diserahkan kepada kami, kami hanya letakkan di atas meja,” kata Tommy.

Napoleon lalu memanggil Tommy ke ruang kerjanya. Tommy diminta membuat konsep surat untuk menjawab permintaan Anna.

“Seingat saya perintahnya tanggal 8 Mei (2020),” tutur Tommy.

Baca juga : Bacakan Eksepsi, Irjen Napoleon Merasa Dizolimi Pejabat Negara

Ia sempat mengingatkan bahwa Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri tidak berurusan dengan orang per orang mengenai mengenai red notice.

“Mohon izin Jenderal, apakah ini tidak menyalahi aturan,” kata Tommy.

Napoleon bersikeras membalas surat Anna. “Pak Kadiv menjawab, ‘Ini kan surat ditujukan kepada saya. Surat ditujukan kepada Kadivhubinter dan surat ini harus dibalas’,” tutur Tommy menirukan ucapan Napoleon.

Ketua Majelis Hakim, M Damis meminta JPU membacakan isi BAP Tommy. Di BAP Tommy menerangkan, ia menerima surat Anna Boenntaran pada, 16 April 2020 dari sekretaris pribadi Napoleon.

Beberapa hari kemudian Tommy dipanggil ke ruangan Napoleon. Di ruangan itu sudah ada Sekretaris NCB-Interpol, Brigadir Jenderal Polisi Nugroho Slamet Wibowo.

“Irjen Pol Napoleon menjelaskan kepada saya tentang status hukum perkara Djoko Tjandra yang dinyatakan bebas di Mahkamah Agung (MA) dan upaya itu putusan terakhir,” jaksa mengutip BAP Tommy.“Saya berpendapat, putusan PK yang merupakan putusan akhir yang harus dijalankanDjoko Tjandra.

Irjen Pol Napoleon mengatakan, ‘Saya 24 tahun di reserse dan saya lebih mengetahui tentang proses hukum’. Kemudian saya tidak menjawab lagi,” jaksa membacakan BAP Tommy.
Tommy membenarkan keterangannya di BAP. “Benar kan kejadiannya seperti ini?” Hakim Damis meminta penegasan. “Benar Yang Mulia,” tandas Tommy.

Pada sidang ini, Tommy Sumardi didakwa bersama-sama Djoko Tjandra menyuap Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo Rp 8,31 miliar untuk menghapus red notice Djoko Tjandra. Tujuannya, supaya Djoko bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap aparat penegak hukum. Buronan itu hendak mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) perkara cessie Bank Bali. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.