Dark/Light Mode

Hukum Mati Koruptor

Kalau Jaksa Dan Hakim Nggak Mau, Ya Percuma

Senin, 7 Desember 2020 07:59 WIB
KPK memperlihatkan barang bukti uang yang diduga suap pengadaan bansos yang menjerat Mensos Juliari P Batubara (Foto: Tedy O Kroen/RM)
KPK memperlihatkan barang bukti uang yang diduga suap pengadaan bansos yang menjerat Mensos Juliari P Batubara (Foto: Tedy O Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan Menteri Sosial Juliari P Batubara membuat publik jengkel. Atas hal itu, desakan pemberlakuan hukuman mati bagi koruptor semakin kencang. Tapi, dalam proses hukum, yang menentukan hukuman adalah jaksa dan hakim. Kalau mereka nggak mau, desakan publik percuma saja.

Wacana soal hukuman mati ini sebenarnya sudah digembar-gemborkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, pihaknya tidak akan memberi ampun orang yang melakukan korupsi dalam suasana penanganan pandemi Covid-19.

"KPK akan bertindak tegas dan sangat keras kepada para pelaku korupsi, terutama dalam keadaan penggunaan anggaran penanganan bencana. Bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan dalam menegakkan hukum, selain tuntutannya pidana mati," kata Firli dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Jakarta, 29 April lalu.

Ancaman hukuman mati ini tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal itu berbunyi, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Baca juga : Kubu Suharso Anggap Gus Yasin Penggembira

Keadaan tertentu yang dimaksud mencakup ketika negara dalam keadaan bahaya sesuai Undang-Undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar setuju jika hukuman mati itu terlaksana dalam penanganan kasus korupsi bansos. Sebab, pelaku korupsi itu sungguh tega. Saat rakyat kesusahan, mereka malah menilep dana yang seharusnya untuk menolong rakyat.

“Untuk efek jera, hukuman maksimal bisa diterapkan untuk korupsi yang dilakukan pada masa pandemi ini,” ucap Alumni Lembaga Bantuan Hukum (LBH-YLBHI) itu kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengklasifikasi tugas jaksa dan hakim dalam penentuan hukuman bagi koruptor. Kata dia, jaksa bertugas menyampaikan tuntutan berdasarkan kasus yang terjadi. Sedangkan hakim bertugas menentukan vonis atas tuntutan jaksa berdasarkan fakta-fakta persidangan.

Baca juga : Hasil Audit BPK Keluar, Kasus Dana Asabri Naik Penyidikan

Untuk jaksa, dia yakin bakal menuntut mati koruptor dana bansos. "Toh jaksanya kan dari KPK. Soal hakim tidak mengabulkan, itu urusan nanti," ucap Boyamin kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Di dunia maya, desakan hukuman mati bagi koruptor menggema. Mereka berharap, kali ini, KPK benar-benar menuntut hukuman mati. Agar ke depan, tidak ada lagi yang berani-berani korupsi. “Menagih janji ancaman hukuman mati dari Ketua KPK," tulis @ArieHendrawan5.

"Kalau bisa, jangan cuma korupsi dana bansos saja Bapak/Ibu. Tapi juga korupsi semua dana, hukumannya diperberat. Jangan ada remisi dan sekalian hukuman mati bila perlu. Biar pada kapok dan tidak ada yang berani korupsi lagi!" sahut @JustDhieyant.

Namun, banyak juga yang pesimis hukuman mati bagi koruptor itu bisa terlaksana. Sebab, proses hukum tidak hanya dilakukan KPK. Ada juga pengadilan.

Baca juga : Lihat Bupati Blora Nyanyi Sambil Jogetan Nggak Pakai Masker, Ganjar Geram

"KPK nangkap doang, yang menghukum, ya jaksa, hakim, dan lain-lain,” tulis @Tri_yuda14. "Jaksa menuntut doang, yang menjatuhi hukuman, ya hakim," timpal @rekayunip. "Percuma kalau jaksa dan hakim masih bertenggang rasa ke garong bansos," sahut @subhan_mars.

Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah ikut meramaikan wacana hukuman mati bagi koruptor ini.

Dalam akun @febridiansyah, dia mengatakan, wacana hukuman mati bagi koruptor sering muncul dalam dua kondisi. Pertama, slogan. Ini ditunjukkan seolah-olah komitmen berantas korupsi. Padahal, belum ada koruptor yang dihukum mati. “Kedua, karena kemarahan dengan pejabat yang korup, yang rasanya kok nggak berkurang,” tulisnya. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.