Dark/Light Mode

Ketika Mitsubishi Triton Ringankan Hukuman Napi Koruptor

Sentil MA, KPK: Kayak Gitu Kok Dermawan

Rabu, 9 Desember 2020 08:32 WIB
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri (Foto: Tedy Kroen/RM)
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri (Foto: Tedy Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keberatan dengan istilah "kedermawanan", yang dijadikan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) sebagai pertimbangan dalam mengkorting masa hukuman napi koruptor Fahmi Darmawansyah, melalui jalur peninjauan kembali (PK).

Dalam putusan yang dibacakan pada Selasa (8/12), MA memangkas hukuman untuk Fahmi. Dari 3,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan, menjadi 1,5 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Salah satu pertimbangannya, pemberian mobil Mitsubishi Triton seharga Rp 427 juta oleh Fahmi kepada mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Wahid Husein dinilai tidak dilandasi niat jahat untuk memperoleh fasilitas mewah di lapas tersebut.

Baca juga : KPK Sedih Tapi Pasrah

"Putusan hakim memang harus tetap kita hormati. Namun, di tengah publik yang saat ini sedang bersemangat dalam upaya pembebasan negeri ini dari korupsi, penggunaan terminologi kedermawanan dalam putusan tersebut mengaburkan esensi makna dari sifat kedermawanan itu sendiri," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Rabu (9/12).

Ali mengingatkan, pemberian sesuatu kepada penyelenggara negara ataupun pegawai negeri karena kekuasaan dan kewenangannya dengan kepentingan di baliknya, merupakan perbuatan tercela.

"Bahkan, dalam konteks penegakan hukum, hal tersebut dapat masuk kategori suap. Atau setidaknya bagian dari gratifikasi, yang tentu ada ancaman pidananya," tegas Ali.

Baca juga : RUU KUHP Disebut Ringankan Hukuman Koruptor, Yasonna: Justru Lebih Berat

Menurut Majelis Hakim PK, merujuk pada fakta persidangan, pemberian mobil tersebut berawal dari pembicaraan antara saksi Andri Rahmat yang merupakan warga binaan Lapas Sukamiskin, dan Wahid di ruang kerjanya pada April 2018.

Saat itu, Wahid mengungkapkan keinginannya untuk memiliki mobil tersebut. Keesokan harinya, Andri menyampaikan kepada Fahmi, bahwa Wahid meminta mobil Mitsubishi Triton.

"Yang kemudian Pemohon Peninjauan Kembali menyetujuinya untuk membelikan mobil tersebut, bukan karena adanya fasilitas yang diperoleh Pemohon Melainkan karena sifat kedermawanan Pemohon," tulis Majelis Hakim PK.

Baca juga : Kemendagri Dukung Larangan Mantan Napi Koruptor Ikut Kontestasi Pilkada

Majelis Hakim PK juga menilai sejumlah pemberian lain kepada Wahid berupa uang servis mobil, uang menjamu tamu lapas, tas merek Louis Vuitton untuk atasan Wahid, dan sepasang sepatu sandal merek Kenzo untuk istri Wahid yang seluruhnya bernilai Rp 39,5 juta tidak terkait fasilitas sel mewah Fahmi. [OKT]

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.