Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Dianggap Kekang Kebebasan Pers
PFI Desak MA Cabut Aturan Ambil Foto Dan Rekam Video Kudu Seizin Hakim
Selasa, 22 Desember 2020 11:13 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan (PERMA) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam lingkungan Pengadilan. Salah satu yang diatur dalam PERMA tersebut adalah soal pengambilan foto dan merekam gambar, harus ada izin hakim.
Peraturan itu menuai kritikan dari Pewarta Foto Indonesia (PFI). PFI menilai, aturan tersebut menghambat pers dalam mencari dan menyiarkan informasi kepada publik.
Ketua Umum PFI Reno Esnir menyatakan, kehadiran jurnalis dalam persidangan merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik dan jaminan atas akses terhadap keadilan. "Sehingga semestinya MA tidak menghalangi kerja jurnalistik melalui PERMA. MA tidak semestinya menganggap kehadiran jurnalis yang mengambil foto, rekaman audio, dan atau rekaman audio visual sebagai gangguan terhadap peradilan," ujar Reno dalam keterangannya, Selasa (22/12).
Reno mengatakan, peran dan fungsi jurnalis justru dapat meminimalisir praktik mafia peradilan yang dapat mengganggu independensi hakim dalam memutus.
"Dengan terbatasnya akses di ruang persidangan, diyakini akan membuat mafia peradilan makin bebas bergerak tanpa pengawasan jurnalis," imbuhnya.
Reno menyayangkan MA kembali menerbitkan aturan serupa yang sebelumnya telah dicabut. Aturan yang dimaksud yakni Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA Nomor 2 Tahun 2020 yang diterbitkan pada 7 Februari 2020. Isinya hampir serupa di mana salah satunya mengatur ketentuan pengambilan foto, rekaman suara, hingga rekaman TV harus seizin Ketua Pengadilan Negeri setempat. SE itu akhirnya dicabut setelah menuai kritikan dari berbagai pihak.
Baca juga : Menteri Tito Bakal Ambil Tindakan Keras dan Tegas
PFI pun mendesak Mahkamah Agung juga mencabut Perma Nomotmr 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkup Pengadilan. "Selain itu, PFI Pusat juga meminta MA agar memperhatikan peran jurnalis sebagai perwakilan mata dan telinga publik. Jika semua dibatasi dan ditutupi, publik akan bisa membuat opini-opini liar terkait peraturan ini," tutup Reno.
Terpisah, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menjelaskan perbedaan antara SEMA Nomor 2 Tahun 2020 dengan PERMA Nomor 5 Tahun 2020 ini. Menurut dia, SEMA Nomor 2 Tahun 2020 yang dulu dicabut Hatta Ali bersifat khusus mengatur tata tertib dalam meliput atau mengambil gambar di persidangan.
Sedangkan aturan dalam PERMA Nomor 5/2020 lebih bersifat umum untuk mengatur protokoler persidangan dan keamanan di lingkungan pengadilan. "Sasaran dan latar belakang terbitnya PERMA Nomor 5 Tahun 2020 Ini adalah selain untuk menciptakan suasana sidang yang tertib dan lancar," ujar Andi saat dihubungi Rakyat Merdeka, 18 Desember.
Baca juga : Perlu Ada Aturan, Pimpinan KPK Yang Mundur, Mestinya Bayar Ganti Rugi
Aturan ini juga dibuat agar aparat peradilan yang menyelenggarakan persidangan serta pihak-pihak yang berkepentingan seperti saksi-saksi, terdakwa, dan pengunjung sidang merasa aman. Masih ada lagi alasan lainnya. Ini yang terpenting. Apa itu? Yakni, mewujudkan peradilan yang berwibawa.
"Tak jarang kita menyaksikan terjadinya insiden atau penyerangan fisik yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak puas atas putusan hakim," bebernya. "Jadi bukan untuk membatasi transparansi," imbuh Andi. [OKT]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya