Dark/Light Mode

Keluarin Aturan Foto Dan Rekam Sidang Harus Izin Hakim

MA Kok Gitu Sih

Sabtu, 19 Desember 2020 08:00 WIB
Ketua Mahkamah Agung (MA), Syarifuddin. (Foto: Humas Mahkamah Agung )
Ketua Mahkamah Agung (MA), Syarifuddin. (Foto: Humas Mahkamah Agung )

RM.id  Rakyat Merdeka - Mahkamah Agung (MA) menerbitkan peraturan tentang tata tertib bagi pengunjung sidang. Salah satu isinya, larangan mengambil foto dan merekam persidangan tanpa ada izin dari hakim. Bikin persidangan jadi kurang transparan, MA kok gitu sih…

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam lingkungan Pengadilan. PERMA ini ditetapkan Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada 27 November 2020 dan diundangkan pada 4 Desember 2020.

Poin soal larangan mengambil foto dan merekam gambar tertuang dalam Pasal 4 ayat (6). “Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan”.

Baca juga : Bamsoet: Selain Pencegahan Dan Penindakan, KPK Harus Kejar Aset Koruptor Di Luar Negeri

Untuk diketahui, aturan soal izin foto dan merekam sebelumnya sempat diatur dalam Surat Edaran nomor 2 Tahun 2020 Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung yang diterbitkan pada 7 Februari. Saat itu MA beralasan, aturan itu dibuat untuk menjaga marwah peradilan. Aturan itu juga berlaku untuk umum. Termasuk, jurnalis.

Namun aturan itu menuai banyak protes. Dengan melarang mengambil foto dan merekam, maka kinerja jurnalis akan terganggu. Tak hanya itu, larangan itu membuat proses persidangan jadi tak transparan. Padahal, selama ini jurnalis bebas mengambil foto dan merekam sidang yang terbuka untuk umum.

“Larangan memfoto, merekam persidangan tanpa izin Ketua Pengadilan akan memperparah mafia peradilan,” ujar Direktur YLBHI Asfinawati. Berbagai asosiasi dan organisasi pers juga ikut melontarkan kritik.

Baca juga : Tambang China Bisa Tertib, Freeport Kok Nggak Bisa?

Karena terus menerus dikritik, dua pekan setelah terbit, Ketua MA saat itu Hatta Ali memerintahkan SEMA (Surat Edaran MA) itu dicabut. Alasannya, hal itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Lalu kini kenapa kini aturan itu kembali ada? Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro menjelaskan perbedaan antara SEMA Nomor 2 Tahun 2020 dengan PERMA Nomor 5 Tahun 2020 ini.

Menurut dia, SEMA Nomor 2 Tahun 2020 yang dulu dicabut Hatta Ali bersifat khusus mengatur tata tertib dalam meliput atau mengambil gambar di persidangan. Sedangkan aturan dalam PERMA Nomor 5/2020 lebih bersifat umum untuk mengatur protokoler persidangan dan keamanan di lingkungan pengadilan.

Baca juga : Peserta Didik Sespimti Harus Siap Tanggulangi Kamtibmas Kontijensi

“Sasaran dan latar belakang terbitnya PERMA Nomor 5 Tahun 2020 ini adalah untuk menciptakan suasana sidang yang tertib dan lancar,” ujar Andi saat dihubungi Rakyat Merdeka, semalam.

Aturan ini juga dibuat agar aparat peradilan yang menyelenggarakan persidangan serta pihak-pihak yang berkepentingan seperti saksi-saksi, terdakwa, dan pengunjung sidang, merasa aman. Yang tidak kalah penting, yakni mewujudkan peradilan yang berwibawa.

“Tak jarang kita menyaksikan terjadinya insiden atau penyerangan fisik yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak puas atas putusan hakim,” bebernya. “Jadi bukan untuk membatasi transparansi,” imbuh Andi. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.