Dark/Light Mode

Atasi Masalah Kepatuhan Pajak, Amandemen UU Tata Cara Perpajakan

Jumat, 21 Mei 2021 17:20 WIB
Ilustrasi. (Ist)
Ilustrasi. (Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah sebaiknya melakukan amandemen Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 28 Tahun 2007). Ini untuk memperkuat payung hukum implementasi pajak digital dan demi kepatuhan pajak.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengungkapkan, UU tersebut tidak melihat badan usaha sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk pemungutan pajak di Indonesia.

Jika UU tersebut tidak diamandemen kata dia, bisa menjadi masalah dalam kasus-kasus kepatuhan pajak di masa yang akan datang. 

"Kewajiban pajak perlu diakui dalam Undang-undang jika pihak yang tidak menjalankan kewajibannya tersebut akan dikenakan sanksi. Oleh karena itu pemerintah perlu mengkonsiderasi amandemen atas Undang-undang tersebut," kata Pingkan dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (21/5/2021).

Baca juga : OSO Dan LaNyalla Panaskan 2024

Selain itu, perlu adanya pembagian wewenang antar institusi yang jelas terkait implementasi pajak digital.

Kebijakan perpajakan Indonesia umumnya tetap menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa pajak konvensional yang sulit diterapkan dalam ranah ekonomi digital. 

"Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 menyatakan, penalti untuk pemungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang tidak patuh termasuk pemutusan akses operasional oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Namun tidak ada peraturan lebih lanjut tentang implementasi aturan tersebut oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," imbuhnya.

Terakhir, perlu adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang inklusif dan efektif. Hal ini tentu membutuhkan dialog antara pemerintah dan swasta atau Public-Private Dialogue (PPD) dengan melibatkan perwakilan pemangku kepentingan secara luas. 

Baca juga : Pekerja Pelabuhan Italia Tolak Muat Senjata dan Peledak Israel

Cara tersebut akan membantu menyediakan kepastian hukum untuk subjek pajak dan pemungut PPN. Proses ini juga akan membantu membangun kepercayaan dan menjembatani jarak antara Kemenkeu dan pelaku usaha.

  Selain itu, cara ini juga akan membantu Kemenkeu beradaptasi dengan model bisnis digital yang kerap kali berubah sesuai dengan perkembangan sektor digital.

“Ekonomi digital terus bergerak dinamis dan hal ini perlu direspon oleh regulasi yang juga responsif dan mampu menjawab permasalahan yang muncul,” jelas Pingkan.

Ia mengidentifikasi tiga hal yang menjadi tantangan implementasi kebijakan perpajakan digital untuk Indonesia. 

Baca juga : Transportasi Massal Tak Beroperasi, Bupati Nganjuk Dibawa Lewat Jalur Darat

Yang pertama adalah, untuk PSE lingkup privat yang menjadi sasaran wajib pajak untuk PPh nantinya dihadapkan pada situasi yang tidak menentu, karena masih ada ketidakpastian dalam menentukan proporsi keuntungan usaha yang didapat di Indonesia dan bagaimana membagi hak pengenaan pajaknya dengan pihak berwenang di negara asal perusahaan tersebut. 
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.