Dark/Light Mode

Frial Ramadhan Supratman, Pustakawan Perpusnas

Kwitang, Oase Di Kota Metropolitan

Selasa, 6 Juli 2021 14:17 WIB
Pustakawan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Frial Ramadhan Supratman (Foto: Istimewa)
Pustakawan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Frial Ramadhan Supratman (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kwitang, bukan daerah asing bagi warga DKI Jakarta. Daerah ini dikenal baik oleh para pecinta buku bekas. Sampai-sampai, film “Ada Apa Dengan Cinta” mengambil adegan di daerah ini. Ketika itu tokoh Rangga mengajak Cinta “berburu” buku bekas di toko buku loak. 

Saat masih kuliah, saya juga beberapa kali mencari buku di Kwitang. Harganya ‘miring’, dan banyak buku-buku langka yang sudah tidak dijual lagi di toko buku besar. 

Baca juga : Korupsi Pengadaan Tanah, KPK Perpanjang Penahanan Eks Dirut Sarana Jaya

Beberapa waktu lalu saya kembali ke Kwitang. Saya datang dengan naik ojek online. Saya turun di depan Jalan Kramat II. Dari sana, saya sengaja berjalan kaki karena ingin menikmati suasana Kwitang secara langsung. Di sana terdapat gerbang bertuliskan “Selamat Datang di Wilayah Majlis Ta’lim Habib Ali Kwitang.” Jalan Kramat II tidak begitu lebar, suasananya adem dan rindang untuk ukuran kota metropolitan seperti Jakarta. Di samping kanan kiri terdapat rumah-rumah yang cukup besar. Ada kampus, kantor pemerintahan, hingga kedai kopi.

Setelah jalan kaki sekitar 700 meter, mata saya tertuju pada jalan yang tertutup terpal besar. Itu adalah Jalan Kembang III. Di sana ada bangunan besar bercat putih. Gaya arsitekturnya seperti percampuran antara gaya Timur Tengah dan Indonesia. Bangunan tersebut tidak lain adalah gedung Majlis Ta’lim Alhabib Ali Alhabsyi. Saat itu, suasananya cukup sepi. Hanya ada beberapa orang dan motor yang berlalu lalang. Ada juga beberapa orang–nampaknya penduduk sekitar–yang  duduk santai di warung.

Baca juga : tiket.com Resmikan Sentra Vaksinasi Perdana Bagi Peserta 18 Keatas

Gedung majelis ta’lim tersebut merupakan salah satu saksi sejarah Indonesia. Dulu, setiap hari Minggu, orang-orang yang berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, bahkan dari luar Jabodetabek, penuh sesak berkumpul di sepanjang Jalan Kramat II hingga Jalan Kembang Raya untuk mengikuti majelis ta'lim yang dipimpin ulama terkemuka, Habib Ali Alhabsyi Kwitang (1869-1968). Tidak hanya di Jakarta, nama Habib Ali Alhabsyi Kwitang sangat masyhur sampai ke daerah. Tak terhitung banyak pejabat Indonesia yang sowan dan berkunjung menemuinya. Dari mulai presiden, menteri, gubernur, hingga pejabat tinggi lainnya. Kwitang, kelurahan di tengah ibu kota Jakarta ini, ternyata telah menjadi magnet bagi rakyat dan para pembesar Indonesia.

Terdapat banyak versi dari mana asal usul nama ‘Kwitang’ itu sendiri. Ada yang mengatakan, nama Kwitang diambil dari seorang tuan tanah Tionghoa bernama Kwik Tang Kiam. Ada juga yang mengatakan, daerah ini diambill dari nama tabib bernama Kwe Tang Kiam. Meskipun berbeda, hal ini tetap menunjukkan, komunitas Tionghoa sudah menghuni kota ini sejak lama. 

Baca juga : Ferdinand Hutahaean Dorong Kapolri Sikat Pungli Dan Premanisme Di Luar Pelabuhan

Dalam disertasinya yang berjudul “Beyond the City Wall”, sejarawan Bondan Kanumoyoso mencatat bahwa komunitas Tionghoa sudah menghuni Kota Batavia sebelum kedatangan orang-orang Belanda. Kemungkinan besar, komunitas Tionghoa tersebut sudah menghuni kampung yang sekarang dinamakan Kwitang. Biasanya, orang-orang asing, seperti Tionghoa dan Arab, memiliki pemimpin etnisnya masing-masing yang disebut dengan Kapitan. Seiring berjalannya waktu, Kwitang menjadi wilayah yang multikultur. Tidak hanya Tionghoa, komunitas Arab pun bermukim di sana, bahkan mewarnai sejarah Kwitang itu sendiri.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.