Dark/Light Mode

In Memoriam Abdul Malik Ahmad, Wakil Ketua PP Muhammadiyah 1967-1985 (2)

Seruan Jihad dan Jejak Langkah di Awal Kemerdekaan

Selasa, 24 Agustus 2021 12:15 WIB
Mendiang Buya Haji Abdul Malik Ahmad (kiri) dan mendiang KH Mawardi Labay El-Sulthani, seorang ulama, penceramah agama dan pengusaha yang banyak menerbitkan buku-buku keislaman dari Tanah Minang. [Foto: Fikrul Hanif Sufyan, 2014]
Mendiang Buya Haji Abdul Malik Ahmad (kiri) dan mendiang KH Mawardi Labay El-Sulthani, seorang ulama, penceramah agama dan pengusaha yang banyak menerbitkan buku-buku keislaman dari Tanah Minang. [Foto: Fikrul Hanif Sufyan, 2014]

 Sebelumnya 
Seruan Jihad dan Membentuk Hizbulah

Sejak kedua kotanya dibombardir Sekutu, desas-desus kekalahan Jepang dalam Perang Asia Pasifik mulai tercium di tanah air. Namun, Jepang sendiri memang sengaja menutupinya. Berselang beberapa hari kemudian, Indonesia mengumumkan kemerdekannya, melalui dwi tunggal Soekarno-Hatta.

Sebaran berita proklamasi kemerdekaan di tiap-tiap daerah, terutama di Sumatera Barat, tidaklah serentak. Mengingat keterbatasan komunikasi dan sebaran informasi, hanya dua daerah saja yang bersamaan menerima berita yang menggembirakan, yakni Bukittinggi dan Padang Panjang.

Berita proklamasi di Padang Panjang, diperoleh dari K Dt Rajo Sikumbang yang mendengar Proklamasi yang disiarkan dari Jakarta. Kemudian berita itu disampaikan kepada Ibrahim Gandi dan Muin Dt. Rajo Endah. Berita proklamasi kemudian tersebar hingga ke Kauman Padang Panjang.

Sebelum berita Proklamasi itu tersebar, di Kauman Padang Panjang, Buya Sutan Mansur telah meneriakkan seruan jihad, pada Kuliah Subuh 19 Agustus 1945 diantarkan oleh Buya Sutan Mansur.

Baca juga : In Memoriam Malik Ahmad, Wakil Ketua PP Muhammadiyah 1967-1985

Setelah membuka kajian selama tiga menit, menantu Haji Abdul Karim Amrullah itu memberitakan proklamasi kemerdekaan Indonesia telah ia terima. “…bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan oleh Dwitunggal Indonesia Soekarno-Hatta.”

Sontak saja, seluruh peserta meluapkan kegembiraannya. Para pemuda HW dan peserta Algemene Kennis Muhmmadiyah Padang Panjang seakan tidak percaya, bahwa Indonesia telah lahir dan mereka bebas dari cengkeraman penjajahan.

Sutan Mansur yang masih diliputi kegembiraan itu langsung berdiri. Dengan suara lantang ia berbicara,

“Pulang! Jam ini kursus kader ini ditutup. Saudara-saudara semua cepat pulang. Asah ladiang, kampak dan tombak. Hari yang kita nanti-nanti telah tiba dan kita tidak boleh berlalai-lalai. Bentuk barisan untuk perang, perang dan perang. Proklamasi menghendaki perjuangan secara gigih. Sebentar lagi Belanda tentu akan datang membonceng dengan tentara sekutu baratnya. Belanda akan merebut kembali tanah air kecintaan bangsa Indonesia ini. Belanda telah lama mempunyai pendirian, kalau Indonesia merdeka, lepas dari tangan Belanda itu akan berarti karamnya negeri Belanda!”

Ipar HAMKA itu tentu menyadari, proklamasi adalah kemenangan sesaat, bila tidak ditindaklanjuti dengan langkah konkrit untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Baca juga : Anak Kecil Mau Pulang Ke Rumah, Kok Dilarang

“Sekarang juga kursus ini saya tutup! Dan kita semua kembali pulang ke negeri masing-masing dalam rangka mempersiapkan diri untuk perang melawan Belanda dengan senjata apa yang ada!” demikian ia mengakhiri seruan jihadnya.

Seruan jihad itu, kemudian ditindaklanjuti Malik Ahmad, Oedin, Zainoel Abidin Sjuaib, Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, dan lainnya mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat lainnya untuk mengibarkan Merah Putih di seluruh pelosok Padang Panjang.

Sejak memasuki gerbang kemerdekaan, pengalaman tokoh-tokoh Muhammadiyah di organ bentukan Jepang mempunyai pengaruh yang besar, terutama membentuk laskar pertahanan.

Demikian halnya, para pemuda, guru Muhammadiyah yang bergabung dalam barisan Giyugun dan Heiho, umumnya direkrut masuk dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), kelak berubah nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Deretan nama seperti Saalah Yusuf Sutan Mangkuto, Malik Ahmad, Oedin, Marzuki Yatim, Abdullah Kamil, Duski Samad sering mengikuti rapat-rapat menggalang kekuatan untuk tujuan revolusi kemerdekaan.

Baca juga : Jadi Saksi Lahirnya Muhammadiyah Kurai Taji, Dikawal Jago Silat

Pada 25 Desember 1945 Malik Ahmad dan Duski Samad membentuk barisan pemuda yang dikenal dengan nama Hizbullah. Anggota laskar umumnya berasal dari murid-murid Kauman Padang Panjang.

Sedangkan perwiranya adalah seluruh staf pengajar. Komandan Hizbullah yang diangkat masa itu adalah Syamsudin Ahmad (adik kandung Malik Ahmad). Untuk barisan wanita dinamakan Sabil Muslimat yang dipimpin Syamsiah Syam dan wakilnya Asyura.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.